kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.714.000   12.000   0,71%
  • USD/IDR 16.430   54,00   0,33%
  • IDX 6.647   -17,63   -0,26%
  • KOMPAS100 942   -8,98   -0,94%
  • LQ45 738   -9,69   -1,30%
  • ISSI 209   1,77   0,85%
  • IDX30 384   -5,57   -1,43%
  • IDXHIDIV20 461   -6,31   -1,35%
  • IDX80 107   -1,15   -1,06%
  • IDXV30 110   -0,84   -0,76%
  • IDXQ30 126   -1,79   -1,40%

Indonesia Butuh Rp 444 Triliun untuk Pensiunkan 19 PLTU hingga 2050


Minggu, 08 Desember 2024 / 18:29 WIB
Indonesia Butuh Rp 444 Triliun untuk Pensiunkan 19 PLTU hingga 2050
ILUSTRASI. Suasana di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten, Minggu (8/9/2024). Pemerintah Indonesia diperkirakan membutuhkan dana jumbo agar dapat mempensiunkan PLTU berbasis batubara sebelum tahun 2050.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli

PLN mengaku tak memiliki kapasitas pendanaan untuk merealisasikan target Presiden Prabowo Subianto yang akan menyuntik mati seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam 15 tahun ke depan.

Pasalnya, pensiun dini PLTU tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar.

Perusahaan setrum pelat merah ini meminta dukungan pendanaan dari lembaga keuangan dunia dan bantuan pendanaan dari negara-negara maju untuk mewujudkan pemadaman seluruh PLTU tersebut.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, pihaknya tidak memiliki anggaran untuk menghentikan operasional seluruh PLTU berbasis batubara dalam 15 tahun, seperti yang diharapkan Presiden Prabowo.

"Kami telah menetapkan kriteria bahwa penghentian PLTU harus cost-neutral. Artinya, jika ada biaya tambahan, itu bukan tanggung jawab Pemerintah atau PLN. Dampak pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) ini dirasakan oleh komunitas global, bukan hanya Indonesia," kata Darmawan, Selasa (3/12).

Baca Juga: PLN dan IPP Gandeng ADB untuk Pendanaan Pensiun Dini PLTU Swasta

Menurut Darmawan, PLN berhati-hati dalam proses transisi energi ini. Sebab, bukan saja penghentian PLTU yang memerlukan biaya besar, investasi baru untuk mengganti kapasitas listrik dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) juga memerlukan biaya tak sedikit.

Lebih lanjut, Darmawan memperkirakan, penghentian satu unit PLTU memerlukan biaya tambahan sebesar Rp 30 triliun hingga Rp 50 triliun. Selain itu, PLN harus memastikan keandalan sistem saat beralih ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan yang lebih modern.

"Kami terbuka terhadap pendanaan global yang bersifat gratis dan cost-neutral. Jika ada investor internasional yang bersedia membantu menggantikan PLTU kami dengan teknologi baru yang lebih canggih, tentu kami mendukung," ungkapnya.

Menurut Darmawan, pihaknya sangat menekankan pentingnya kolaborasi global dalam mendukung langkah keberlanjutan, mengingat dampak positif transisi energi ini bersifat universal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×