Reporter: Dani Prasetya | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Indonesia menjajaki kerjasama investasi mesin tekstil dengan Jepang. Kementerian Perindustrian telah melakukan pendekatan agar Jepang bersedia membangun pabrik mesin tekstil di Indonesia.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi membujuk Jepang agar mau berinvestasi pada pembuatan mesin jahit dan mesin penggulung benang. Dia menilai, dari sisi kemampuan, Jepang tangguh pada pengembangan mesin tekstil.
Sayangnya, pertemuan dengan Jepang belum membuahkan hasil positif. Jepang, masih butuh dua hingga tiga kali pertemuan untuk memutuskan rencana investasi itu secara final. Pada penjajakan yang telah dilakukan, membahas tentang bentuk kerja sama investasi. Jepang memiliki opsi investasi tunggal atau patungan dengan perusahaan asal Indonesia.
Selain Jepang, Budi pun pernah menawari Taiwan agar bersedia menanamkan modal pada sektor otomotif dan mesin tekstil. Negara itu ahli pada pembuatan mesin jahit dan mesin produksi sepatu. "Kita baru tawarkan. Dia akan coba networking dengan industrinya," katanya.
Sayangnya, dia tidak menjelaskan rinci tentang besaran investasi untuk industri mesin jahit. Dia hanya menyebut, nilai investasi tergantung kapasitas dan keinginan perusahaan masing-masing. Namun, beberapa komponen mesin jahit seperti spindel, weeping, dan laundry belum dapat diproduksi di dalam negeri.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menilai, investor Jepang harus mendapat insentif pajak agar merealisasikan rencana pembangunan pabrik mesin tekstil di Indonesia. Sebab, investor sulit masuk ke Indonesia tanpa diiming-imingi insentif. Misalnya, pemerintah dapat memberikan pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dalam waktu tertentu (tax holiday) atau insentif lainnya. Nantinya, apabila Jepang mulai menjual produknya, maka industri tekstil dalam negeri akan mendapat keuntungan dari segi nilai.
Sebagai gambaran, harga satu mesin jahit selama ini minimal bisa dihargai US$ 600. Apabila Jepang menyuplai secara langsung maka industri domestik kemungkinan mendapatkan harga jauh lebih rendah lantaran tidak adanya biaya distribusi atau bea masuk.
Indonesia sebenarnya memiliki 2.900 perusahaan tekstil yang harus mendapatkan proses restrukturisasi mesin. Sekitar 600 perusahaan di antaranya telah menjalani proses itu, tapi sisanya masih belum direstrukturisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News