kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri baja minta peninjauan klasifikasi limbah


Rabu, 05 September 2012 / 09:00 WIB
Industri baja minta peninjauan klasifikasi limbah
ILUSTRASI. Begini Cara Cek Kesuburan Suami


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Aturan mengenai limbah besi di dalam negeri mengusik ketenangan indutri baja nasional. Pasalnya, klasifikasi mengenai limbah di Indonesia belum sesuai dengan aturan yang berlaku global.

Sekedar catatan, di negara lain masih mentoleransi limbah yang ada di scrap sebesar 2%-3% dari total volume scrap. Sedangkan, di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 18/1999 soal pengolahan bahan berbahaya dan beracun (B3) menyatakan, kondisi scrap harus terbebas dari limbah.

Adanya aturan tersebut membuat sejumlah impor besi bekas (scrap) masih tertahan di pelabuhan hingga kini. Tak pelak, industri baja terpukul dengan adanya aturan itu.

Co Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Assosiation (IISIA) Irvan Hakim pun meminta aturan tersebut ditinjau ulang. "Dengan menyeruaknya kasus ikut terbawanya limbah B3 di kontainer berisi scrap sebagai bahan baku baja, kinerja industri baja nasional terpukul," ungkapnya.

Saat ini, pemerintah sedang menggodok aturan baru. Sebuah tim kecil yang dikomandoi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sedang membahas berbagai hal untuk membuat RPP pengganti beleid lama.

Namun, Irvan kecewa, lantaran kalangan industri tidak dilibatkan dalam tim kecil tersebut. Padahal, dia bilang, industri baja amat erat kaitannya dengan limbah yang mungkin muncul dalam proses produksi baja. "Dalam proses produksi tentu ada produk sampingan yang tidak terpakai yang berpotensi diklasifikasikan sebagai limbah berbahaya," katanya.

Karena berpotensi terjadi salah persepsi dalam mengkategorikan limbah, dia meminta tim kecil tersebut lebih serius menyusun klasifikasi limbah. "Kami minta klasifikasi yang ada ditinjau ulang karena tidak sesuai dengan klasifikasi yang dipakai secara global," tegas Irvan.

Lanjut Irvan, sejauh ini, pemerintah mengklaim telah mengikuti konsesi Basel dalam membuat klasifikasi limbah di Indonesia. Tapi, kenyataannya masih terdapat lubang yang tidak sesuai dengan konsesi tersebut.

Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan, Logistik, dan Distribusi Natsir Mansyur bilang, pihaknya akan mendorong pemerintah supaya menyelesaikan masalah ketidakharmonisan aturan limbah antara pemerintah dan industri. Pasalnya, jika tidak ada aturan jelas soal limbah, bisa memengaruhi berbagai industri lain, seperti kimia sertapengolahan bahan mentah.

"Dengan adanya standardisasi limbah yang jelas, industri juga bisa memanfaatkan kembali produk sampingan dari proses produksi tanpa proses yang berbelit," kata Natsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×