kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.472   -20,01   -0,27%
  • KOMPAS100 1.157   -2,48   -0,21%
  • LQ45 917   -3,39   -0,37%
  • ISSI 226   0,21   0,09%
  • IDX30 472   -2,43   -0,51%
  • IDXHIDIV20 569   -3,32   -0,58%
  • IDX80 132   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 140   -0,20   -0,14%
  • IDXQ30 157   -0,81   -0,51%

Industri baja minta peninjauan klasifikasi limbah


Rabu, 05 September 2012 / 09:00 WIB
Industri baja minta peninjauan klasifikasi limbah
ILUSTRASI. Begini Cara Cek Kesuburan Suami


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Aturan mengenai limbah besi di dalam negeri mengusik ketenangan indutri baja nasional. Pasalnya, klasifikasi mengenai limbah di Indonesia belum sesuai dengan aturan yang berlaku global.

Sekedar catatan, di negara lain masih mentoleransi limbah yang ada di scrap sebesar 2%-3% dari total volume scrap. Sedangkan, di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 18/1999 soal pengolahan bahan berbahaya dan beracun (B3) menyatakan, kondisi scrap harus terbebas dari limbah.

Adanya aturan tersebut membuat sejumlah impor besi bekas (scrap) masih tertahan di pelabuhan hingga kini. Tak pelak, industri baja terpukul dengan adanya aturan itu.

Co Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Assosiation (IISIA) Irvan Hakim pun meminta aturan tersebut ditinjau ulang. "Dengan menyeruaknya kasus ikut terbawanya limbah B3 di kontainer berisi scrap sebagai bahan baku baja, kinerja industri baja nasional terpukul," ungkapnya.

Saat ini, pemerintah sedang menggodok aturan baru. Sebuah tim kecil yang dikomandoi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sedang membahas berbagai hal untuk membuat RPP pengganti beleid lama.

Namun, Irvan kecewa, lantaran kalangan industri tidak dilibatkan dalam tim kecil tersebut. Padahal, dia bilang, industri baja amat erat kaitannya dengan limbah yang mungkin muncul dalam proses produksi baja. "Dalam proses produksi tentu ada produk sampingan yang tidak terpakai yang berpotensi diklasifikasikan sebagai limbah berbahaya," katanya.

Karena berpotensi terjadi salah persepsi dalam mengkategorikan limbah, dia meminta tim kecil tersebut lebih serius menyusun klasifikasi limbah. "Kami minta klasifikasi yang ada ditinjau ulang karena tidak sesuai dengan klasifikasi yang dipakai secara global," tegas Irvan.

Lanjut Irvan, sejauh ini, pemerintah mengklaim telah mengikuti konsesi Basel dalam membuat klasifikasi limbah di Indonesia. Tapi, kenyataannya masih terdapat lubang yang tidak sesuai dengan konsesi tersebut.

Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan, Logistik, dan Distribusi Natsir Mansyur bilang, pihaknya akan mendorong pemerintah supaya menyelesaikan masalah ketidakharmonisan aturan limbah antara pemerintah dan industri. Pasalnya, jika tidak ada aturan jelas soal limbah, bisa memengaruhi berbagai industri lain, seperti kimia sertapengolahan bahan mentah.

"Dengan adanya standardisasi limbah yang jelas, industri juga bisa memanfaatkan kembali produk sampingan dari proses produksi tanpa proses yang berbelit," kata Natsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×