Reporter: Ranimay Syarah, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Keluhan industri soal pasokan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tidak stabil akan semakin jarang. Sebab, pemerintah justru bakal mewajibkan industri besar dan kawasan industri memiliki pembangkit listrik sendiri. Ketentuan itu akan masuk dalam rancangan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Power Willing yang mewajibkan industri besar dan kawasan industri membangun pembangkit listrik mandiri.
Saat ini, aturan itu sedang disusun oleh Kementerian ESDM. Targetnya, permen ini terbit tahun 2014 dan diterapkan mulai awal tahun 2015. Asal tahu saja, Permen Power Willing ini merupakan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menyatakan, alasan penerbitan aturan ini adalah pemakaian listrik industri sangat besar dan masih tergantung pada PLN. Selain itu, aturan ini terbit sebagai upaya pemerintah menghapus subsidi listrik bagi konsumen golongan I3 (industri menengah) dan golongan I4 (indsutri besar) mulai 1 Mei 2014.
"Para investor itu kalau jadi pelanggan PLN malah keenakan karena ada subsidi. Makanya, subsidi kita cabut, dan kami suruh mereka bangun pembangkit sendiri," kata dia kepada KONTAN, Minggu (23/3). Pemerintah telah menyiapkan skema.
Menurut Jarman, jika pengelola kawasan industri atau industri besar membangun pembangkit di lahan sendiri, mereka berhak memakai dan menjual langsung ke kliennya. Tapi, jika pembangunan jauh di luar kawasan industri, pengusaha harus membayar biaya transmisi ke PLN untuk penyaluran. Sebagai contoh, kawasan industri di Cikarang atau Karawang bisa membangun pembangkit listrik di pantai utara, karena tanahnya murah.
"Tapi, nanti transmisi listriknya bisa dialirkan dengan jasa PLN, dan mereka membayar ke PLN," kata Jarman.
Murtaqi Syamsudin, Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN, menyatakan, sebenarnya PLN masih sanggup memasok listrik. Cuma, untuk kebutuhan listrik industri besar, investor wajib membangun sendiri karena kemampuan finansial PLN terbatas. Dia menilai, memang sudah sewajarnya industri besar dan pemilik kawasan industri membangun pembangkit sendiri.
"Selama ini, kami terus yang membangun, dan itu menyebabkan anggaran PLN terbatas sehingga ekspansi susah dilakukan," kata dia.
Murtaqi mengeluh, utang yang begitu besar membuat PLN sulit mendapatkan dana tambahan sebagai modal membangun pembangkit di berbagai daerah.
"Untuk pembangunan pembangkit, kebutuhannya mencapai Rp 30 triliun. Utang kami sekarang sudah mencapai Rp 400 triliun dari aset sebesar Rp 600 triliun," ungkapnya. Bisa saja swasta membangun pembangkit.
Tapi, Chief Operating Officer PT Jababeka Tbk, Tanto Kurniawan, berharap, semestinya PLN memberikan insentif supaya beban investasi tak terlalu berat, terutama untuk jaringan. Saat ini, melalui anak usahanya PT Bekasi Power, Jababeka sudah memiliki pembangkit listrik sendiri.
"Kami harus memiliki dana yang besar untuk melengkapi infrastruktur," katanya. Peluang bagi swasta Kendati bisa memicu pro-kontra, aturan ini juga menjadi peluang bagi pebisnis pembangkit listrik. Hasto Kristiyono, Presiden Direktur PT Sumberdaya Sewatama, menyatakan siap membangun pembangkit untuk keperluan industri besar dan kawasan industri.
"Ini bisa jadi peluang investasi bagi pengembang listrik swasta," kata dia. Hasto menjelaskan, sampai saat ini, Sewatama sudah membangun pembangkit, baik dari batubara (PLTU), gas (PLTG), air (PLTA), serta dari energi terbarukan dengan total kapasitas sekitar 1.000 MW. "Dengan adanya aturan ini, kami juga bisa mendukung pemerintah dan industri besar atau kawasan industri agar pasokan listrik menjadi andal," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News