kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri besi scrap potensial suplai bahan baku baja domestik


Senin, 18 November 2019 / 20:07 WIB
Industri besi scrap potensial suplai bahan baku baja domestik


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Industri hulu besi baja Indonesia yang belum maksimal memenuhi kebutuhan dalam negeri membuat permintaan besi bekas (scrap) potensial untuk terungkit sebagai bahan baku produk baja. Hanya saja tantangan seperti kemampuan produksi dan regulasi belum bersahabat bagi sektor ini.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA), Yerry Idroes menyebutkan pemasok scrap sebagai bahan baku baja tersebar diberbagai sudut negeri ini tidak ada yang terpusat. Kebutuhannya pun cenderung mengikuti gairah produksi baja dalam negeri.

Baca Juga: Optima Prima Metal (OPMS) beli tiga kapal bekas untuk bahan baku besi scrap

Yerry mengaku tidak ada data pasti yang memonitor permintaan besi bekas ini, pun perkara kebutuhan menurutnya masih tergolong stagnan. "Kalau di luar negeri sudah akrab dengan lini scrap processing, dimana besi bekas dipilah dan dipotong. Sementara disini belum ada yang handal," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (18/11).

Lebih lanjut ia menyebutkan, kebanyakan industri sektor ini berdekatan dengan titik-titik tertentu seperti pelabuhan dan galangan kapal, dimana kapal bekas jamak menjadi sasaran para pengumpul besi tua. Kemungkinan industri ini masih berdiri di beberapa daerah seperti Batam dan Singapura, yang miliki banyak galangan kapal.

Komposisi scrap untuk memproduksi baja tergantung jenis dan skala pabrikan, kata Yerry, dahulu perusahaan baja plat merah Krakatau Steel juga menggunakan besi bekas sekitar 30% sedangkan sebagian besar 70% bahan baku ialah bijih besi (iron ore).

Sementara untuk pabrikan kecil yang hanya memproduksi 100 ton besi baja per bulan, besar kemungkinan bahan bakunya 100% mengandalkan scrap.

Baca Juga: Penambahan kapasitas bisa mendongkrak saham HK Metals Utama (HKMU)

Untuk mengembangkan sektor ini di Indonesia tidak mudah, mengingat kepemilikan fisik akan barang bekas dan pengumpulannya masih belum diatur dengan kuat. Sehingga perlu payung hukum yang jelas, kepastian pengamanan, serta kejelasan penguasaan barang.

Beberapa negara maju yang sudah menjalankan sektor scrap secara baik seperti Australia dan Belanda, dimana industri yang terkait di sektor ini tertib. Disamping itu kata Yerry, lini proses pengolahan scrap harus canggih dan presisi mengingat tidak semua potongan mampu masuk dalam tungku (blast furnace) baja.

Sebagai informasi, tahun lalu kata Yerry konsumsi baja nasional mencapai 15,1 juta ton atau naik 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kapasitas terpasang saat ini mendekati permintaan baja tersebut, namun utilisasi pabrikan rata-rata hanya 60%.

Baca Juga: Pemerintah bahas percepatan pembangunan kawasan industri Weda Bay Halmahera

Asosiasi mengaku baja impor masih menjadi hambatan besar bagi produk lokal, padahal konsumsi baja diproyeksikan setiap tahunnya akan meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×