Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia telah menyepakati ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) ke Uni Eropa sebanyak 1 juta ton per tahun tanpa bea masuk, melalui perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Kesepakatan ini disambut positif oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang menilai kebijakan tersebut menjadi bukti bahwa sawit Indonesia layak diterima di pasar global, termasuk Uni Eropa.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung, menyatakan bahwa pembebasan bea masuk ini merupakan angin segar bagi industri sawit nasional, terutama di tengah tekanan regulasi dari negara lain seperti Amerika Serikat yang masih mengenakan tarif dasar sebesar 19% untuk produk CPO Indonesia.
Baca Juga: Prospek Ekspor CPO RI Menguat di Tengah Kesepakatan Dagang Eropa dan Tarif AS
“Kesepakatan ini bisa menjadi pintu untuk diversifikasi ekspor dan memperkuat posisi sawit Indonesia di pasar global,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (1/8).
Ia menambahkan, peningkatan serapan CPO melalui ekspor ke Uni Eropa berpotensi mengerek harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani. Hal ini lantaran penurunan stok akhir dapat mendorong stabilitas harga di pasar domestik.
“Kami para petani adalah pihak yang paling terdampak saat isu European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Peraturan Deforestasi Uni Eropa bergulir,” ujar Gulat.
Ia menyebut, harga TBS sempat tidak stabil karena muncul anggapan sawit petani tidak laku. Namun kesepakatan ini membuktikan bahwa sawit Indonesia tetap dibutuhkan oleh 27 negara anggota Uni Eropa.
Apkasindo berharap kebijakan ini turut mendongkrak kesejahteraan petani dan meningkatkan citra positif sawit Indonesia di mata dunia.
Baca Juga: Pebisnis Minta Kenaikan Tarif Ekspor CPO Ditunda
Meski begitu, Gulat menekankan pentingnya evaluasi berkala atas skema bebas bea masuk ini.
“Dalam jangka pendek, kebijakan ini tentu harus dimonitor agar sawit kita semakin bersaing. Namun untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan apakah bea masuk ini tetap sesuai, terutama jika harga minyak nabati lain mengalami kenaikan. Jangan sampai Uni Eropa justru mengambil keuntungan berlebih atas emas hijau kita,” tutupnya.
Selanjutnya: Rekam Jejak Sugiono, Sosok Menlu yang Menjadi Sekjen Baru Partai Gerindra
Menarik Dibaca: Apa Saja Manfaat Lari di Pagi Hari? Yuk, Intip Selengkapnya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News