Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca masih memasang mode waspada menghadapi dinamika pasar serta stabilitas pasokan gas. Produsen kaca pun masih bertatih-tatih menjaga tingkat produksi pasca adanya pemangkasan kuota gas murah untuk industri.
Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto mengungkapkan pada 13 Agustus 2025 malam, tekanan gas ke pabrik anggota APGI sudah menurun drastis. Secara operasional, penurunan tekanan gas menyebabkan pabrik kesulitan untuk mempertahankan temperatur tungku pembakaran.
Padahal, menjaga temperatur tungku pembakaran merupakan hal yang vital. Pelaku industri sangat menghindari adanya kerusakan pada tungku yang biaya investasinya bisa mencapai sekitar 50% - 70% dari total investasi di pabrik kaca.
Baca Juga: Pemerintah Dinilai Punya Banyak Opsi Untuk Menyelamatkan Industri Pengguna Gas Bumi
Kendala pasokan gas juga berdampak terhadap bisnis. Pasalnya, kontribusi gas dalam industri gelas kaca mencapai sekitar 30% dari harga pokok. "Akibat dari pembatasan gas, anggota kami tidak bisa berproduksi secara penuh. Hanya mempertahankan tungku pembakaran dan menyalakan sebagian mesin," kata Henry saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (21/8).
Merujuk data yang disampaikan Henry, pada tanggal 13 - 19 Agustus, rata-rata pasokan gas hanya mencapai 48% dari pemakaian maksimum per bulan kontrak. Kemudian, pasokan gas berangsur naik dengan kuota 65% dan 70% untuk sejumlah periode yang telah ditentukan pada 20 - 31 Agustus 2025.
Henry mencemaskan, pasokan gas yang tidak optimal bakal menekan tingkat utilisasi produksi industri kaca. "Tekanan gas sudah balik normal. Tetapi pemakaian masih dibatasi dengan kuota. Kami belum mempunyai data yang akurat tentang utilisasi terkini. Tapi diperkirakan akan turun," ungkap Henry.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengamini, secara umum pasokan gas berangsur pulih. Dia menggambarkan, tekanan gas ke pabrik sudah naik dari sekitar 5 bar ke level 12 bar.
"Tekanan sudah naik, sebagian ke 12 bar, meski belum ke 15 bar. Secara teknis, kenaikan bertahap. Semoga dalam beberapa hari ke depan bisa optimal," ungkap Yustinus yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP).
Meski ada kendala dari sisi pasokan gas, tapi Yustinus menegaskan bahwa industri tetap berupaya untuk menjaga produksi agar tetap bisa memenuhi komitmen dengan pelanggan. "Kami tetap mengupayakan tepat janji, meski berdarah-darah," kata Yustinus.
Menggali Peluang Pemulihan Pasar
Baca Juga: PGN Klaim Pasokan Gas Berangsur Membaik, Industri Bisa Beroperasi
Secara bisnis, Yustinus melihat outlook pasar pada semester II-2025 masih menantang. Meski begitu, Yustinus optimistis pelaku usaha di industri kaca masih bisa bertahan. Salah satu strateginya adalah dengan mencari celah ekspor ke pasar non-tradisional.
"Eropa yang jauh, ongkos logistik mahal dan regulasi ketat, tapi tetap kami coba. Termasuk ke Korea, yang penting tetap bisa produksi, jangan sampai ada pengurangan penyerapan tenaga kerja," ujar Yustinus.
Dewan Penasehat AKLP Putra Narjadin menambahkan, pelaku usaha di industri kaca lembaran dan pengaman masih memandang outlook semester II-2025 dengan hati-hati. Ada sederet tantangan yang membayangi, mulai dari isu domestik yang memengaruhi kinerja industri hingga kondisi geo politik dan makro ekonomi global.
Meski begitu, pelaku industri mengidentikasi sejumlah potensi. Pertama, peluang peningkatan permintaan dari infrastruktur domestik. "Jika pemerintah menggenjot proyek-proyek infrastruktur sebagai upaya stimulus ekonomi, ini bisa sedikit mendongkrak permintaan kaca lembaran untuk proyek konstruksi besar," ujar Putra.
Kedua, diversifikasi pasar ekspor. Produsen kaca bisa lebih agresif mencari pasar ekspor baru. Terutama di luar negara-negara yang berpotensi terkena tarif tinggi dari Amerika Serikat, atau di luar blok BRICS yang mungkin menghadapi tekanan ekonomi.
"Negara-negara di Afrika, Timur Tengah, atau beberapa negara di Eropa yang tidak terlalu terpengaruh perang dagang bisa menjadi target," kata Putra.
Ketiga, peluang dari produk kaca dengan nilai tambah yang lebih tinggi, seperti kaca hemat energi, kaca anti-peluru, atau kaca cerdas. Pengembangan di segmen ini bisa membantu meningkatkan margin keuntungan dan daya saing di tengah volume penjualan yang stagnan atau menurun.
Harapan Putra, ada dorongan dari pemerintah dengan sikap pro-aktif untuk melindungi industri dalam negeri. Di antaranya dengan konsisten menerapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk seluruh produk kaca.
Henry mengamini, masih ada peluang untuk memperbaiki kinerja pada semester II-2025. Henry memiliki ekspektasi penjualan barang-barang dari kaca seperti botol, glassblock dan kaca lembaran akan menunjukan peningkatan baik untuk domestik maupun ekspor.
Dus, dia berharap peluang tersebut tidak terganjal oleh kendala dari sisi operasional. "Yang kami takutkan produksi tidak bisa memenuhi permintaan dari market karena adanya masalah gas," tandas Henry.
Baca Juga: Gangguan Pasokan Gas Mengancam Industri Dalam Negeri
Selanjutnya: Tarik Investasi, Pelaku Industri Tekstil Didorong untuk Jaga Iklim Usaha
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (22/8), Provinsi Ini Siaga Waspada Hujan Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News