Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketahanan energi nasional, khususnya di sektor gas bumi, menghadapi tantangan serius. Pasokan gas pipa dari sejumlah blok migas tua di wilayah Indonesia bagian Barat terus menurun, memicu kekhawatiran kalangan industri pengguna gas.
Prof. Tumiran, pakar energi Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) menilai, tanpa jaminan pasokan jangka panjang, keberlangsungan bisnis industri bisa terancam.
Baca Juga: Industri Dapat Kado Buruk di HUT ke-80 RI Akibat Pembatasan Pasokan Gas Bumi Tertentu
“Kalau pasokan gas tidak terjamin dan industri berhenti produksi, segmen pasar bisa hilang. Untuk mengembalikan kepercayaan pasar akan sangat sulit. Dampak lebih besar lagi, ribuan pekerja berpotensi kehilangan lapangan kerja. Itu harus dicegah demi kepentingan sosial-ekonomi,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Peran Strategis Gas Bumi
Gas bumi memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Lebih dari 90% pasokan gas bumi dialirkan ke sektor kelistrikan, petrokimia, pupuk, alas kaki, keramik, hingga kaca.
Sektor-sektor ini merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi sekaligus pencipta lapangan kerja.
Baca Juga: Gangguan Pasokan Gas Mengancam Industri Dalam Negeri
Namun, pergeseran sumber pasokan dari gas pipa di wilayah Barat menuju gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di wilayah Timur menambah tantangan. Harga LNG lebih mahal dan sebagian besar produksinya telah terikat kontrak ekspor.
“Kalau memang gas dalam negeri sudah terkunci kontrak ekspor, ya buka saja pasar impor. Jangan malu. Impor diperlukan demi menjaga ketahanan energi,” tegas Tumiran.
Infrastruktur Ada, Pasokan Seret
Ekosistem pemanfaatan gas bumi sebenarnya berkembang pesat. PGN (Perusahaan Gas Negara Tbk) telah membangun jaringan infrastruktur secara masif, mendorong industri, UMKM, hingga rumah tangga beralih ke gas bumi.
Baca Juga: Kebutuhan Gas untuk Listrik Hampir Samai Industri, SKK Migas Bilang Begini
Sayangnya, pertumbuhan infrastruktur dan permintaan tidak diimbangi pasokan hulu yang justru menyusut.
“PGN saja kesulitan mencari pasokan. Kalau memang tidak cukup, pemerintah bisa membuka peluang impor LNG. Apalagi harga LNG dunia sedang turun,” jelasnya.
Industri Mendesak Solusi
Kementerian Perindustrian sebelumnya juga membuka opsi impor gas industri. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, opsi impor bisa dilakukan jika pasokan gas nasional terbatas dan harganya tidak sesuai regulasi.
“Kalau suplai gas tidak mencukupi baik dari sisi kuantitas maupun harga, industri harus diberi fleksibilitas untuk mendapat sumber lain, termasuk dari luar negeri,” katanya, Rabu (18/6/2025).
Kondisi pasokan gas yang melemah mulai berdampak langsung ke sektor riil. Sejumlah fasilitas produksi terpaksa berhenti beroperasi.
Baca Juga: Pasokan Gas Perusahaan Gas Negara (PGAS) Terganggu, Simak Rekomendasi Sahamnya
Rudy Ramadhan, Ketua Umum Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA), menyebut industri sarung tangan karet di Tangerang mengalami penurunan tekanan gas.
“Sejumlah pabrik mematikan kiln atau pemanas bersuhu tinggi. Kalau produksi berhenti, akan ada pemutusan tenaga kerja,” ujarnya.
Hal serupa dialami Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia (Aplindo) yang harus menghentikan operasi tungku akibat pasokan gas menurun drastis.
Selanjutnya: Penyaluran Pembiayaan Bekas CNAF Capai Rp 3,71 Triliun hingga Juli 2025
Menarik Dibaca: 10 Tips Jitu Konsisten Menabung yang Bisa Anda Terapkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News