Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Pertama, perubahan ini membuat efisiensi proses penjualan menjadi menurun. “Kalau kita menggunakan sistem umum itu berarti setiap kali ada transaksi termasuk transaksi salesman kita jual ke retailer atau pengecer, dia harus membuat faktur pajak. Itu ribet sekali,” katanya.
Kedua, ada kekhawatiran para agen karena proses yang berbelit. “Sebelumnya, dia jual saja, satu atau dua slop. Tapi nanti dia juga harus mengeluarkan faktur pajak, ribetkan. Dikhawatirkan para agen berpikir untuk tidak menjual rokok karena berbelit,” ujarnya.
Ketiga, perubahan sistem akan memakan waktu yang cukup lama. Pasalnya, saat ini perusahaan dengan sistem pembayaran PPN yang sudah berjalan harus merubah kembali. “Ini memakan waktu karena tidak gampang begitu saja. Membangun sistem, training kepada user-nya dan sosialisasi. memakan waktu tidak bisa setahun mungkin sampai dua tahun," paparnya.
Keempat, pemberlakuan sistem multi stage akan melibatkan miliaran faktur pajak. “Rantai penjualan dari pabrik ke distributor, lanjut salesman jumlah yang banyak begitu juga jumlah toko. Katakanlah penjualnya 1000, kalau jualan outlet 1 juta seluruh Indonesia berarti untuk menyelesaikan kunjungan 1.000 kali 1 juta jadi 1 miliar. Berarti 1 miliar faktur pajak,” jelasnya.
Lantaran itu, Moefti berharap pemerintah tetap menerapkan sistem single stage. Rencananya, dalam kurun waktu dekat pelaku industri akan kembali melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News