kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri otomotif siap dukung pembatasan BBM


Senin, 04 Agustus 2014 / 21:02 WIB
Industri otomotif siap dukung pembatasan BBM
ILUSTRASI. TAJUK - SS kurniawan


Reporter: Widyasari Ginting | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku siap mendukung kebijakan pemerintah membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subisidi khususnya untuk kendaraan pribadi. Buktinya, sejak 2006 industri otomotif sudah mengeluarkan produk kendaraan dengan standar emisi euro 2. 

"Mobil ini dirancang untuk menggunakan bahan bakar beroktan 91 ke atas. Jadi pemilik kendaraan bermotor semenjak 2006 ke atas yang selama ini masih menggunakan bahan bakar premium itu salah," kata Ketua Gaikindo Jongkie Sugiarto, Senin (4/8).

Menurutnya meski aturan ini sudah dijelaskan dalam buku pemakaian kendaraan, tapi masih saja ada pemilik kendaraan yang bandel dan menggunakan bahan bakar premium. 

Dengan demikian, Jongkie menilai industri otomotif tidak bakal keberatan jika memang aturan pelarangan mobil pribadi untuk menggunakan BBM bersubsidi benar-benar dilakukan. Memang diakui, aturan ini mungkin bakal membuat sedikit mempengaruhi angka penjualan. Namun dari segi kesiapan, Jongkie mengaku industri otomotif sudah sangat siap dalam kasus ini. 

Apalagi saat ini muncul mobil - mobil low cost green car (LCGC)yang jelas sangat irit bahan bakar. Meski menggunakan Pertamax, setiap satu liter mampu digunakan sampai dengan 20 kilo meter. "Ini sangat irit. Paling satu satu hari untuk jarak ke kantor yang 45 kilo, mereka hanya butuh 2 -3 liter saja,' jelas Jongkie. 

Menurutnya jika pemerintah mau bena -benar melaksankan wacana tersebut, pemerintah juga perlu memikirkan cara untuk mengedukasi pemilik kendaraan bermotor. "Pemerintah harus membuat peraturan yang membuat orang sadar untuk tidak lagi menggunakan BBM bersubisdi," ujar Jongkie. 

Jongkie bilang memang jika menggunakan bahan bakar non subsidi seperti Pertamax, sebagian masyarakat bakal mengeluh, karena dari semula hanya membayar Rp. 6.500 per liter, kini naik menjadi Rp 9.000. Namun dari segi perawatan mesin, bahan bakar Pertax cenderung membuat mesin lebih awet, dan konsumsi bahan bakarnya pun lebih irit. 

Selain membuat peraturan terkait mobil pribadi tidak boleh lagi menggunakan BBM bersubsidi, Jongkie bilang sebenarnya wacana perubahan ukuran tabung nosel juga dapat berpengaruh dalam penghematan subsidi BBM. 

"Jadi nosel dari premium dibikin besar, sementara nosel dari pertamax dibikin kecil," jelas Jongkie. Sehingga mobil yang didesain untuk bahan bakar Pertamax, tidak lagi bisa mengisi bahan Premium.  Nah, aturan ini juga harus didukung oleh pemerintah dengan mengubah ukuran pipa dari pada SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum).

Terkait dengan usulan konversi bahan bakar minyak ke gas, Jongkie bilang indsutri otomotif juga siap jika harus mengeluarkan mobil dengan bahan bakar berupa gas. Namun pemerintah juga harus mulai mengembangkan SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) mulai dari sekarang. 

"Di Jabedetabek aja masih beberapa,'ujarnya. Ia menjelaskan yang ditakutkan pelaku industri otomotif adalah, jangan sampe mobil dengan bahan bakar gas sudah diproduksi , tapi SPBG nya tidak siap untuk mencukupi bahan bakal mobil-mobil ini nantinya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×