Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Penundaan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125/M-DAG/PER/12/ 2015 tentang Ketentuan Impor Garam oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag) April lalu berbuntut panjang.
Industri aneka pangan, sebagai pengguna garam industri, mulai kekurangan bahan baku karena tidak bisa mengimpor menyusul tidak jelasnya payung hukum impor garam.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk, kekurangan bahan baku garam oleh industri ini akibat kebijakan Kemdag yang menunda beleid yang seharusnya berlaku 1 April 2016 menjadi 1 Juni 2016.
Menurut Tony, sejak penundaan aturan ini, industri tidak bisa mengimpor karena aturan impor garam yang lama, yakni Permendag Nomor 58 Tahun 2012, dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
Alhasil, industri tidak melakukan impor garam sama sekali sejak awal tahun karena tidak ada payung hukumnya. "Seharusnya Permendag yang lama bisa menjadi acuan, tapi kenyataannya tidak seperti itu," ujar Tony kepada KONTAN, Senin (23/5).
AIPGI memproyeksikan kebutuhan garam industri sebanyak 2,25 juta ton tahun ini. Perinciannya, garam untuk industri aneka pangan sebanyak 450.000 ton dan chlor alcali plant (CAP) sebanyak 1,8 juta ton.
Seluruh kebutuhan garam industri tersebut mengandalkan impor karena garam produksi petani belum mampu memenuhi persyaratan industri tersebut.
Karena tidak ada impor, stok garam industri yang berasal dari impor tahun lalu makin menipis. "Stok hanya cukup sampai akhir Mei 2016," ujar Tony.
Kekurangan bahan baku terutama terjadi pada industri aneka pangan. Selama ini, industri ini menjadi sasaran tembak dan dituding menjadi pemicu bengkaknya impor garam industri.
Beberapa kali, pemerintah sudah mendesak industri aneka pangan untuk menggunakan garam konsumsi yang diproduksi oleh petani. Namun, industri ini selalu berdalih, garam konsumsi produksi lokal belum memenuhi syarat kadar Natrium Clorida (NaCl) di atas 97%.
Verifikasi data
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Siswaja Lukman mengakui, beberapa industri makanan dan minuman sudah mulai kehabisan bahan baku garam industri. "Ada yang akan habis akhir Mei 2016 ini, sehingga tak bisa produksi di awal bulan Juni mendatang," ujarnya.
Adhi menyayangkan kondisi ini karena industri makanan dan minuman ini banyak yang sudah terikat kontrak untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Adhi menambahkan selain penundaan aturan impor garam, menipisnya stok garam industri juga disebabkan oleh langkah pemerintah yang sedang memverifikasi data kebutuhan dan produksi garam nasional yang saat ini masih berlangsung.
Sampai proses verifikasi itu selesai, pemerintah telah mengumumkan untuk tidak akan memberi izin impor garam kepada industri.
Sayangnya, Kemdag sendiri belum mau memberi tanggapan soal solusi untuk menengahi krisis pasokan bahan baku garam yang tengah dihadapi industri ini. Srie Agustina, Sekretaris Jenderal Kemdag tidak merespon panggilan dan pesan singkat dari KONTAN.
Sekadar mengingatkan, Kemdag menunda pemberlakuan Permendag Nomor 125 Tahun 2015 tentang impor garam karena ada tuntutan dari petani garam lantaran dianggap tidak adil.
Petani menilai, Permendag itu tidak berpihak pada petani karena tidak ada pasal yang mengatur tentang harga, waktu impor, serta kewajiban importir untuk menyerap garam rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













