kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Industri Rokok Disebut Telah Dibebani Kebijakan Restriktif


Senin, 08 Januari 2024 / 20:37 WIB
Industri Rokok Disebut Telah Dibebani Kebijakan Restriktif
ILUSTRASI. Diskusi dan Bedah Buku Rokok.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. DR. Syamsul Arifin, M.Si. berpandangan petani tembakau yang jumlahnya jutaan memiliki kontribusi besar bagi penerimaan negara setiap tahunnya. 

Belum lagi kontribusi di sektor lain. Di lain sisi, keberadaan mereka terancam dengan kebijakan pemerintah yang mengganggu kelangsungan hidupnya. 

Menurut Syamsul, kegiatan seminar nasional dan bedah buku Seminar Nasional Cakap Cukai dan Bedah Buku yang digelar Fakultas Ekonomi Bisnis UMM bersama KADIN Jawa Timur ini merupakan bagian dari sharing pengetahuan, berbagi informasi terkait dinamika kebijakan cukai di hadapan civitas akademika. 

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun berpendapat, Indonesia perlu kepemimpinan yang mendukung kepentingan nasional agar industri hasil tembakau (IHT) tak melulu dipojokkan dengan kebijakan yang restriktif. 

Baca Juga: Pemerintah Perlu Dorong Investasi di Bidang Teknologi untuk Turunkan Angka ICOR

Hal itu mengingat terdapat 300an regulasi baik di tingkat Undang Undang sampai dengan Peraturan Daerah yang dibuat oleh pemerintah dinilai mengganggu iklim usaha rokok nasional. 

"Diperlukan pemimpin yang mampu melakukan harmonisasi regulasi penting untuk kelangsungan IHT dan memberi arah yang jelas bagi seluruh kepentingan ekosistem pertembakauan," tegas Misbakhun dalam keterangannya, Senin (8/1).

Misbakhun mengingatkan adanya tekanan kepentingan global lewat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), ditambah lagi dengan polemik RPP Kesehatan tembakau dipastikan petani tembakau dan cengkeh, termasuk pemda penerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) akan terus merana. 

Padahal, IHT sudah terbukti jelas menjadi tulang punggung penerimaan APBN, dengan setoran cukai sekitar Rp300 triliun setiap tahunnya serta menyerap jutaan tenaga kerja nasional.

"Sampai sekarang kalau cara pemerintah mengelola IHT nasional masih seperti ini, maka perdebatannya tak akan selesai dalam 3 tahun yang akan datang. Dan saya kaget bahwa isu yang sangat krusial seperti ini tak dimasukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam debatnya capres-cawapres. Harusnya dimasukkan karena menyangkut jutaan tenaga kerja, menyangkut sekitar Rp 300 triliun penerimaan negara," tegasnya. 

Menurut legislator partai Golkar ini, RPP Kesehatan tembakau menjadi alat yang dinilai paling jahat dalam mengganjal IHT nasional, karena hanya melihat satu aspek kesehatan saja. 

Baca Juga: Trisula International (TRIS) Fokus Dorong Penjualan Pasar Ekspor Sepanjang 2024

"Saya berharap pasal yang berkaitan dengan IHT di RPP ini bisa dibatalkan atau dikeluarkan terlebih dahulu dari RPP Kesehatan sebelum ada analisis yang cukup mendalam terkait dampak ekonomi dan juga sektor-sektor terkait, yaitu pertanian, periklanan, ritel, tenaga kerja, dan sektor lain," kata Misbakhun.

Misbakhun menilai RPP Kesehatan yang masuk terlalu dalam ke industri tembakau menafikan hak-hak lain yang juga dijamin Konstitusi seperti petani tembakau. Akibatnya para petani dan buruh tembakau dirugikan. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×