kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri TPT lesu, ribuan karyawan dirumahkan


Senin, 12 Agustus 2019 / 22:06 WIB
Industri TPT lesu, ribuan karyawan dirumahkan
ILUSTRASI. INDUSTRI TEKSTIL


Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tengah menghadapi banjir impor. Akibatnya, beberapa perusahaan tekstil di Jawa Barat terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya untuk tetap bertahan.  

"Laporan dari anggota kami per Juli kemarin, total sudah 36.000 karyawan yang dirumahkan,” jelas Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Rizal Tanzil ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (12/8). 

Kondisi ini terjadi di Jawa barat khususnya wilayah Bandung Raya. 

Sekretaris Umum API Jawa Barat, Kevin Hartanto membenarkan informasi tersebut. Gelombang pemecatan ini diakuinya mulai terjadi sejak 2018. Sejumlah 36.000 karyawan adalah akumulasi sejak tahun 2018. Jumlah ini terus bertambah karena pasar dalam negeri yang lesu. 

Baca Juga: Asosiasi Pertekstilan Indonesia: Kredit macet Duniatex memungkinkan terjadinya PHK

Kelesuan pasar dalam negeri  disebabkan banjir impor TPT yang terus menghantam, terutama impor pakaian jadi dan kain jadi. 

Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, banjir impor dikarenakan peraturan Permendag No 64 tahun 2017 yang memberikan fasilitas impor tanpa batas tanpa kontrol kepada para pedagang pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U) melalui pusat logistik berikat (PLB).  

Kevin menjelaskan, di lapangan terjadi penyelewengan, impor yang seharusnya dimanfaatkan menjadi bahan baku untuk IKM justru langsung diperjualbelikan ke pasar. Selisih harga produk impor yang diperjualbelikan bisa mencapai 20% daripada harga yang diproduksi oleh pabrikan dalam negeri. 

Agar tetap bertahan, saat ini beberapa perusahaan menekan utilisasinya menjadi 30% hingga 40% saja. Rizal menjelaskan beberapa perusahaan malah sudah tidak bisa bertahan lagi dan gulung tikar. 

Sejauh ini Rizal bilang, sudah ada empat perusahaan yang terpaksa tutup, hanya Rizal enggan menjelaskan detail perusahaannya.   

Kevin menambahkan, jika hal ini tidak segera diselesaikan maka bukan tidak mungkin pemecatan akan menghampiri perusahaan-perusahaan TPT di sektor hulu. 
"Dari hilir lalu hulunya akan kena juga. Itu cepat atau lambat tapi pasti dampaknya di hilir dulu," jelas Kevin kepada Kontan.co.id Senin (12/8).  

Baca Juga: Mengkhawatirkan, tren penurunan penyerapan tenaga kerja terjadi sejak 4 tahun lalu

Melihat kondisi ini, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta pemerintah untuk tidak memberikan izin impor baik melalui API-U maupun API-P. 

Izin impor ditutup saja dulu, kecuali impor bahan baku untuk kepentingan ekspor yang melalui Kawasan Berikat(KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)” tegas Sekretaris jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Senin (12/8).  

Ia menjelaskan, impor TPT di sektor produksi kain sudah berimbas pada melemahnya permintaan terhadap benang dan serat. Ia menyayangkan hal ini terjadi, sebab nilai penjualan dalam negeri dari hulu ke hilir per tahun rata-rata mencapai Rp 450 triliun dan terus tumbuh.  
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×