Reporter: Ahmad Febrian, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan kebijakan Zero Over Dimension Overloading (ODOL) membutuhkan perbaikan dan standardisasi kelas jalan. Tanpa penyesuaian infrastruktur jalan, implementasinya akan sulit dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
Zero ODOL bertujuan untuk menghilangkan praktik kendaraan pengangkut barang yang melebihi kapasitas muatan dan dimensi yang diizinkan. Namun, implementasi kebijakan tersebut hingga saat ini masih terkendala. Salah satunya karena kondisi jalan yang belum memadai, khususnya di daerah-daerah yang menjadi sentra produksi atau distribusi barang.
Menteri Perhubungan (Menhub), Dudy Purwagandhi menegaskan, penanganan angkutan ODOL harus segera dilaksanakan dan tidak bisa lagi ditunda. masalah tersebut telah menyebabkan dampak mengerikan di berbagai aspek.
Dampak itu meliputi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban luka hingga korban jiwa, kemacetan di sejumlah ruas jalan, kerusakan infrastruktur jalan, bahkan peningkatan polusi udara di daerah terdampak.
Berdasarkan data Korlantas Polri menyebutkan, terdapat 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang pada tahun 2024. Sementara data Jasa Raharja menunjukkan, kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua, di mana pada tahun 2024 tercatat ada 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan.
"Adapun terkait kerusakan infrastruktur, diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp43,47 triliun per tahun untuk melakukan perbaikan jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL,” kata Dudy, pekan lalu.
Sementara Direktur Eksekutif Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Budi Wiyono menyampaikan, beberapa masalah harus diselesaikan terlebih dulu sebelum Zero ODOL benar-benar diterapkan. Salah satunya perbedaan signifikan antara daya dukung jalan di Indonesia dengan standar internasional.
Walhasil, menyebabkan penerapan Zero ODOL ini menjadi tantangan tersendiri. Budi menyarankan perlu adanya penyesuaian aturan terkait kelas jalan dan jembatan timbang agar sesuai dengan kapasitas jalan dan standar Zero ODOL.
“Jika ini tidak diperbaiki, Zero ODOL bisa menyebabkan peningkatan biaya logistik, karena membutuhkan lebih banyak truk untuk mengangkut barang yang sama,” kata Budi, dalam penjelasannya, Rabu (2/7).
Infrastruktur dan kelas jalan di Indonesia itu banyak yang tidak standar. Artinya, belum disesuaikan perkembangan sistem angkutan secara internasional. “Sebenarnya, kita sudah pernah sampaikan ini ke Bappenas, jalan di Indonesia itu harus ditata. Standar gandar itu harus sesuai dengan perkembangan teknologi,” tuturnya.
Baca Juga: RUU ODOL Ramai Diprotes Sopir Truk lewat Demonstrasi, Apa Itu?
Jadi, lanjutnya, kerusakan jalan itu karena memang jalan tidak standar. Di Eropa saja, menurutnya, mereka sudah menggunakan single tires untuk mengurangi beban.
Sedangkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan menegaskan, desain kendaraan yang dipakai di Indonesia itu umumnya berasal dari Eropa dan Amerika. Jadi, lanjutnya, pemikir-pemikir di luar itu kebanyakan akan membangun kendaraannya dengan membayangkan apa yang akan dilewatinya.
Dia mencontohkan seperti Eropa. Infrastruktur jalan di sana didesain untuk bisa membuat kendaraan mampu berjalan di atas infrastruktur yang ada.
Menurutnya, masalah infrastruktur jalan ini bahkan akan lebih memberatkan di daerah-daerah jika Zero ODOL diterapkan. UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan bahwa uji kir di daerah itu didasarkan atas daya dukung jalan.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto. juga menyoroti maintenance atau pemeliharaan jalan tol yang belum pernah dilakukan audit kekuatan jalannya hingga kini. “Belum pernah ada audit kekuatan jalan tol sampai sekarang,” katanya.
Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno, menyampaikan pandangannya terkait penyebab carut marutnya sistem transportasi di Indonesia. Penyebabnya kebijakan dan infrastruktur transportasi saat ini yang masih bersifat parsial dan terfragmentasi.
Menurutnya, sistem transportasi di Indonesia saat ini masih diatur secara sektoral berdasarkan moda transportasi tanpa adanya payung hukum integratif nasional
Pembentukan UU Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang terintegrasi, holistik, inklusif, dan terstruktur hingga ke tingkat desa, menjadi sangat mendesak.“Ini perlu dibenahi dulu untuk bisa mewujudkan Zero ODOL nantinya,” ucapnya.
Selanjutnya: Saham Bank Big Caps Masih Turun, Net Sell Berlanjut dan Belum Ada Sentimen Positif
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Snail Mucin untuk Wajah, Benarkah Ampuh Mengatasi Jerawat?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News