Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, pelaku industri, dan kalangan akademisi menegaskan bahwa penanganan persoalan Over Dimension Over Loading (ODOL) tidak bisa lagi bersifat parsial.
Masalah yang telah lama membebani sektor logistik dan infrastruktur ini harus ditangani secara holistik, mencakup dimensi keselamatan, efisiensi ekonomi, sosial, dan kesiapan infrastruktur pendukung.
Edi Susilo, Analis Kebijakan Ahli Madya di Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menyampaikan bahwa pemerintah menyiapkan sembilan rencana aksi strategis untuk menyelesaikan persoalan ODOL secara sistemik.
"Penerapan Zero ODOL akan berdampak pada biaya distribusi dan harga barang. Karena itu, perlu ada roadmap komprehensif agar transisi berjalan mulus dan tidak mengganggu rantai pasok nasional,” ujar Edi dalam Focus Group Discussion bertajuk "Mencari Solusi Penerapan Zero ODOL 2026"yang digelar oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (25/6).
Baca Juga: RUU ODOL Ramai Diprotes Sopir Truk lewat Demonstrasi, Apa Itu?
Dia mengutarakan ada sembilan rencana aksi yang akan dilakukan terkait penyelesaian ODOL ini. Di antaranya, integrasi pemetaan angkutan barang menggunakan sistem elektronik; pengawasan, pencatatan, penindakan dan penghapusan pungli di sektor transportasi darat; penetapan.
Kemudian, pengaturan jalan provinsi dan kabupaten/kota serta penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik; peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang.
Selanjutnya adalah pemberian insentif dan disinsentif untuk badan usaha angkutan barang dan pengelola industri yang masing-masing mendapat atau melanggar Zero ODOL dan kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian logistik dan inflasi.
Lebih lanjut, penguasaan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi antara lain melalui standarisasi upah pengemudi angkutan barang sebagaimana UMP dan UMK-nya; regulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan Zero ODOL.
Kemudian, kelembagaan yaitu pembentukan Komite Kerja Percepatan Pengembangan Konektivitas Nasional atau KP2KN sebagai delivery unit lintas sektor untuk percepatan pengembangan konektivitas di seluruh moda transportasi termasuk logistik.
Namun, dalam pelaksanaannya, tantangan nyata seperti keterbatasan jumlah UPPKB (Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor) yang aktif dan kapasitas jalan nasional masih menjadi kendala krusial.
Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, menyoroti ketidaksesuaian antara standar kendaraan internasional dengan daya dukung jalan di Indonesia.
“Truk logistik kita impor dengan spesifikasi internasional, tapi jalan di sini hanya sanggup menahan 10 ton. Ini ironi yang harus diselesaikan secara teknis dan regulatif,” tegasnya.
Sementara itu, APINDO dan GAPMMI menyoroti risiko inflasi logistik akibat penerapan Zero ODOL tanpa kesiapan infrastruktur dan kebijakan pendukung.
GAPMMI bahkan mengusulkan tiga langkah konkret: pembentukan task force lintas sektor, roadmap implementasi, dan pendekatan pembinaan sebelum penegakan hukum.
Astri menyampaikan tiga usulan dari GAPMMI dalam penyelesaian ODOL. Pertama, pembentukan task force lintas stakeholders, baik dari pihak pemerintah maupun pelaku usaha, untuk meneliti kembali dari hulu ke hilir.
"Kedua, mengusulkan adanya roadmap terpadu untuk implementasi Zero ODOL. Ketiga, sebelum implementasi penuh Zero ODOL, GAPMMI berharap dilakukan pendekatan terlebih dulu melalui pembinaan, bukan penegakan hukum secara langsung," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat memperkirakan biaya transportasi, logistik secara total kira-kira 40 persen akan mengalami kenaikan dan itu kenaikan yang menetap seterusnya.
“Biaya logistik bisa naik hingga 40% secara permanen jika tidak ada insentif atau roadmap adaptif. Investasi armada, SDM, dan infrastruktur menjadi sangat mahal,” ujar Rachmat Hidayat dari Aspadin.
Pakar transportasi dari ITL Trisakti, Suripno, menegaskan perlunya perencanaan jangka panjang berupa Rencana Aksi Nasional Keselamatan LLAJ, yang mencakup penanganan ODOL dari hulu ke hilir.
"Tanpa perubahan cara berpikir dan kebijakan lintas kementerian, Zero ODOL 2026 akan sulit terwujud,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Taufiqurokhman dari UMJ yang menyoroti perlunya pendekatan yang lebih komunikatif dan tidak represif terhadap pelaku usaha. "Larangan dan ancaman justru bisa memunculkan resistensi di tengah masyarakat,” katanya.
Rektor UMJ, Ma'mun Murod, menegaskan bahwa keterlibatan kampus dalam diskusi kebijakan ODOL merupakan bagian dari kontribusi akademik untuk mencarikan solusi konstruktif.
"Zero ODOL mungkin sulit diwujudkan secara mutlak, tapi kita bisa memulai dengan menguranginya secara signifikan melalui pendekatan kolaboratif,” pungkasnya.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Segera Atasi Permasalahan Truk ODOL
Selanjutnya: Mantan Gelandang Liverpool Adam Lallana Resmi Pensiun dari Sepak Bola Profesional
Menarik Dibaca: DLH Jakarta Jalankan Pilot Project Pengelolaan Sampah di 6 Kelurahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News