Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di 2025 mendatang. Namun saban tahun, Indonesia belum kunjung memperlihatkan perkembangan EBT yang signifikan sehingga pencapaiannya seperti jalan di tempat.
Alhasil, beberapa pihak pun meragukan Indonesia bisa mencapai target 23% bauran EBT di 2025.
Baru-baru ini pula Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan, target tersebut akan diubah menjadi 17%-19% di 2025 pada revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Sebelumnya Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN, Yunus Saefulhak menjelaskan, perubahan target bauran EBT menyesuaikan dengan asumsi makro ekonomi yang meleset dari diprediksi awal yakni 7%-8%.
“Dalam pembaruan Kebijakan Energi Nasional nanti kalau diketok ini kan masih harmonisasi kalau sudah diteken presiden maka bauran EBT menjadi 17%-19%,” kata Yunus saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/1).
Baca Juga: Proyek 35 GW PLTU Tetap Jalan, Intip Realisasinya Terkini
Sampai dengan 2023, posisi terkini bauran EBT nasional baru mencapai 13,09%. Maka itu masih banyak upaya yang harus dikerahkan untuk mencapai target di tahun tahun depan.
Plt Direktur Jenderal EBTKE, Jisman P Hutajulu menambahkan, bauran EBT jika dilihat dari presentase memang turun, namun kalau dari jumlah kapasitas listrik terpasang (mega watt/MW) terus mengalami peningkatan.
Adapun masih seretnya presentase bauran EBT juga karena ‘bersaing’ dengan bauran primer dari pembangkit batubara.
Di tahun lalu, lanjut Jisman, ada 1 GW pembangkit dari sejumlah PLTU yang masuk ke dalam sistem. Sehingga untuk menyeimbangkan itu, diperlukan pula pembangkit EBT dengan kapasitas besar.
Namun untuk menyetarakan itu tidaklah mudah karena pembangkit EBT seperti PLTS atau PLTB memiliki intermitensi sehingga hanya dihitung produksi listriknya 4 jam sampai 5 jam saja. Menurut perhitungannya, dibutuhkan 4 GW PLTS atau PLTB untuk menyetarakan 1 GW PLTU.
“Artinya kalo COD 1 GW PLTU untuk kembali ke setaraan sama angkanya kita harus membangun 4 GW PLTS atau PLTB itu bisa dibayangkan,” kata Jisman.
Hal inilah yang menurut Jisman menjadi satu tantangan bauran energi primer EBT dilihat dari presentasenya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan bauran EBT demi mencapai target 2025.
Beberapa di antaranya, pelaksanaan pembangunan EBT sesuai dengan yang telah direncanakan pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Menjalankan implementasi program Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) yang ditargetkan 3,6 GW di tahun 2025, dan konversi pembangkit diesel ke EBT sesuai target dalam RUPTL.
“PLTS Atap ini sebetulnya dapat mempercepat, tetapi tentu saja nanti harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat dan PLN untuk bisa mengakomodirnya. Juga konversi pembangkit diesel ke EBT," jelasnya Senin (15/1).
Baca Juga: Kapasitas Terpasang EBT Nasional Capai 13,15 GW Sampai 2023, Berikut Perinciannya
Selain itu, Kementerian ESDM juga terus menjalankan program mandatori biodiesel B35, program co-firing biomassa pada PLTU, penyediaan akses energi modern melalui EBT di lokasi 3T, eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah, serta pemanfaatan EBT off grid dan pemanfaatan langsung.
Kemudian, ada program mandatori B35, target tahun 2025 ini sebesar 13,9 juta kiloliter.
“Kita juga harus mengintenskan program co-firing untuk bisa mengurangi emisi, dan juga menyediakan akses energi melalui EBT di lokasi-lokasi 3T, eksplorasi panas bumi, dan kemudian kita juga harus bisa memanfaatkan EBT off grid, mengidentifikasi potensinya dan bagaimana kita bisa mengimplementasinya," ujar Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News