Reporter: Andri Indradie | Editor: Andri Indradie
JAKARTA. Pasar bisnis alih daya alias outsourcing tak bisa dipandang sebelah mata. Sepanjang tahun 2015, Indonesian Outsourcing Association (IOA) alias Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) memprediksi, total pasar (market size) bisnis alih daya mencapai Rp 39,5 triliun.
Angka itu lumayan fantastis mengingat dua tahun sebelumnya, pasar industri alih daya masing-masing Rp 16,96 triliun (2013) dan Rp 17,15 triliun (2014). Itu artinya, prediksi pasar tahun ini tumbuh sekitar 130,32%.
"Prediksi ini (tahun 2015) kami buat di akhir 2014. Ada kenaikan cukup signifikan karena adanya penambahan data layanan, yaitu bisnis IT Oursourcing termasuk document processing, supply chain management (logistik) dan fasilities management," tutur Wisnu Wibowo, Ketua ABADI melalui pesan elektronik ke KONTAN, Kamis (4/6) tengah malam.
Sekadar catatan, outsourcing juga sering disebut sebagai "contracting out" alias pemindahan operasi dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Sederhananya, perusahaan alih daya menyediakan jasa tenaga kerja yang kemudian digunakan perusahaan lain untuk fokus pada bisnis inti, menghemat biaya belanja modal, serta biaya pelatihan.
Di Indonesia, sudah jamak perusahaan-perusahaan menggunakan jasa perusahaan alih daya karena tak perlu lagi mengeluarkan investasi besar untuk tenaga kerja. Di tingkat dunia, potensi pasar bisnis alih daya secara global mencapai US$ 970 miliar atau sekitar Rp 12.610 triliun dengan hitungan kurs Rp 13.000 per dollar AS.
Sebagai industri pendukung, industri alih daya melayani berbagai industri-industri lain, seperti manufaktur, industri keuangan (bank, lembaga pembiayaan, asuransi, dan lainnya), transportasi, distribusi, pariwisata, dan kesehatan (rumahsakit). Perusahaan alih daya memberikan layanan mulai dari dari penyedia jasa tenaga lima bidang, yaitu security, cleaning service, catering, dan jasa penunjang pertambangan dan migas serta penyediaan jasa pemborongan pekerjaan yang saat ini biasa disebut BPO (Business Process Outsourcing).
Beberapa bidang pekerjaan yang biasanya dialihdayakan antara lain human resources, call center, customer service, teknologi dan informasi (TI), serta pemrosesan di industri manufaktur. Juga termasuk pengelolaan fasilitas gedung, integrated security, transportasi dan distribusi, serta masih banyak lagi lainnya.
Kelesuan ekonomi
Sayang sekali, situasi ekonomi saat ini sedang tak menguntungkan. Sejumlah 100 lebih perusahaan alih daya yang tergabung di dalam ABADI pun tak luput dari pengaruh kelesuan ekonomi. Wisnu memang belum bisa memastikan dampak langsung atas kelesuan ekonomi saat ini, karena membutuhkan penelitian yang lebih komprehensif.
Namun, dari survei dan hasil penelitian ABADI terhadap para anggotanya berkaitan dengan imbas memburuknya situasi ekonomi, ada sekitar 25% perusahaan alih daya yang memilih bertahan. Sekitar 53% akan beralih ke bisnis BPO. Lalu, sekitar 14% mengalihkan bisnis ke bidang non-outsourcing. Sisanya, sekitar 6% tidak menjawab, 3% masuk ke jenis lainnya, dan 0% menutup perusahaan.
Bukan hanya lesunya ekonomi saja yang bakal menjadi penghambat industri alih daya menggapai target pasar Rp 39,5 triliun. Pertama, sejak keluarnya aturan Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tanggal 19 November 2012, memang sudah memberi dampak turunnya bisnis alih daya. "Cukup signifikan. Ditambah kelesuan ekonomi saat ini, sudah dapat dipastikan akan terus menurun," imbuh Wisnu.
Kedua, industri kurang menggarap secara maksimal area TI, logistik, fasilities management, serta infrastruktur yang potensinya cukup besar. Lalu, biaya tenaga kerja (upah/gaji) yang terus membumbung. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga menjadi tantangan tersendiri bagi industri alih daya. Kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang masih kurang kondusif harus menghadapi tenaga kerja dari negara tetangga yang menawarkan tenaga kerja lebih produktif dan efisien (murah).
Namun, persaingan dunia usaha yang sangat ketat dan kompetitif di hampir semua sektor akibat kemajuan teknologi sepertinya justru berpihak pada industri alih daya. Tuntutan pasar, membuat dunia usaha harus mampu memberi tanggapan super cepat dan fleksibel untuk meningkatkan pelayanan ke pelanggannya. Karena itulah, biasanya mereka menata bisnis sedemikian rupa sehingga menjadi efektif, efisien, serta produktif. "Sehingga muncul kecenderungan perusahaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan ke perusahaan lain, baik satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan," cetus Wisnu.
Hingga kuartal I tahun ini, Wisnu memprediksi, realisasi market size industri alih daya tak akan tumbuh melewati 20%. Jika target market sebesar Rp 39,5 triliun, itu artinya pertumbuhan pasar kuartal I 2015 mentok di Rp 7,9 triliun. Tak lebih dari itu.
Dalam beberapa tahun ke depan, Wisnu optimistis, industri alih daya akan terus tumbuh karena didorong perubahan permintaan pasar. Sebuah survei ABADI menemukan, industri alih daya di Indonesia sudah mengubah pola "bisnis penyedia" ke bisnis model BPO dan memperluas ke pangsa pasar baru. "Beberapa penyedia telah sukses beralih dan fokus ke bidang-bidang baru dan telah membangun reputasi yang kuat," terang Wisnu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News