Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui bahwa biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi akibat beberapa faktor tertentu.
Adita Irawati, Juru Bicara Kementerian Perhubungan menyampaikan, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan pengelolaan logistik.
“Dibutuhkan manajemen logistik yang terpadu, sehingga layanan ke masyarakat menjadi lebih baik dan biaya logistik dapat ditekan,” ujar dia, Senin (19/9).
Ia mengutip data Bank Dunia yang menyebut bahwa di tahun 2018 performa logistik Indonesia berada di urutan ke-46 dari 160 negara. Indonesia juga memperoleh skor 3,15 dengan 5 sebagai skor tertinggi. Data yang sama juga menyebut biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) akan Rampungkan Ruas Bocimi dan Cimanggis-Cibitung di Akhir 2022
Namun, berkat upaya-upaya yang telah dilakukan seperti pembangunan infrastruktur konektivitas, saat ini biaya logistik Indonesia sudah bisa diturunkan menjadi 22% dari total PDB.
“Ke depannya, pemerintah melalui Kemenkomarves telah menargetkan penurunan biaya logistik hingga 17% dari PDB pada tahun 2024,” imbuh Adita.
Selain kondisi geografis, kondisi geopolitik di Eropa Timur yang memanas dan resesi yang dialami sejumlah negara juga menjadi tantangan bagi biaya logistik Tanah Air, mengingat faktor-faktor tadi memiliki efek domino.
Tingginya biaya logistik juga dipengaruhi oleh kondisi pelabuhan di Indonesia yang masih menjadi feeder. Untuk itu, pemerintah tengah melakukan uji coba pada beberapa pelabuhan, seperti di Batam untuk melakukan pelayaran langsung ke negara tujuan tanpa harus transit ke negara lain seperti Singapura.
Pemerintah juga memperhatikan faktor produktivitas bongkar muat dan waktu sandar atau port stay kapal di pelabuhan, karena turut menjadi penentu biaya logistik Indonesia. Lantas, seiring dengan mergernya PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo pada Oktober 2021 lalu, diharapkan produktivitas bongkar muat dapa ditingkatkan dan waktu sandar kapal dapat diturunkan, sehingga daya saing logistik Indonesia mampu membaik.
“Sejumlah tantangan tersebut dapat diatasi dengan baik jika ada sinergi yang baik antara pemerintah, operator, pelaku usaha sektor transportasi, hingga masyarakat,” ungkap Adita.
Baca Juga: Pemerintah Klaim Ketersediaan Pangan Mencukupi hingga Akhir Tahun
Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) juga sepakat bahwa faktor geografis menjadi salah satu penyebab tingginya biaya logistik Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand. Belum lagi, biaya-biaya lain di luar aktivitas kepelabuhan yang ada di kedua negara tadi juga lebih murah bila dibandingkan Indonesia.
Indonesia juga belum memiliki pelabuhan yang bisa melayani pelayaran langsung ke negara tujuan tanpa melalui transit.
“Tanjung Priok sebenarnya bisa dijadikan hub national port sehingga dapat melayani pelayaran direct destination,” ucap dia, Senin (19/9).
Depalindo juga menyebut bahwa perlu ada perbaikan birokrasi antar lembaga pemerintah, sehingga pelaku usaha dapat lebih mudah mengurus administrasi seperti kegiatan bongkar muat logistik di pelabuhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News