kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Sejumlah Alasan Industri Mulai Beralih Gunakan Listrik PLN


Rabu, 30 Maret 2022 / 19:50 WIB
Ini Sejumlah Alasan Industri Mulai Beralih Gunakan Listrik PLN
ILUSTRASI. listrik pln


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren industri beralih menggunakan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kian marak.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan sejumlah alasan mengapa industri tak lagi menggunakan pembangkit sendiri dan beralih ke layanan PLN.

Menurutnya, peralihan ini bergantung pada jenis pembangkit yang digunakan industri dan biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan.

"Untuk beberapa industri yang menggunakan PLTU dengan harga batubara menggunakan harga pasar, maka jauh lebih murah menggunakan listrik dari PLN," kata Fabby kepada Kontan, Rabu (30/3).

Fabby mengungkapkan, dengan harga batubara untuk kelistrikan yang dipatok sebesar US$ 70 per ton maka ada jaminan harga biaya bahan bakar yang lebih murah jika menggunakan listrik dari PLN.

Baca Juga: Semen Tonasa Tingkatkan Pemanfaatan Listrik PLN

Adapun, untuk industri pengguna PLTS Atap justru dapat memperoleh tarif listrik 5% hingga 15% lebih murah ketimbang tarif industri oleh PLN.

Selain itu, sejumlah industri umumnya berniat untuk menggunakan energi baru terbarukan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Hal ini demi menjamin daya saing produk khususnya untuk pasar ekspor.

Fabby menyebutkan, ada sejumlah industri yang mulai beralih menggunakan listrik dari PLN antara lain industri tekstil dan apparel, industri manufaktur, industri semen hingga industri pertambangan.

Kontan.co.id mencatat, Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, dalam kondisi normal, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) membutuhkan batubara sekitar 1 juta ton per bulan. Namun, saat ini sebagian besar pembangkit listrik milik pelaku industri TPT dimatikan, karena tidak memperoleh suplai batubara meski dengan harga US$ 120 per ton.

“Saat ini anggota kami sudah mematikan pembangkit listriknya dan beralih ke PLN,” imbuh Redma, Selasa (29/3).

Lebih lanjut, di industri TPT, sekitar 90% pemakaian batubara ditujukan untuk pembangkit listrik, sedangkan sisanya 10% untuk boiler pabrik. Secara umum, porsi biaya energi sekitar 26% dari total biaya produksi TPT.

Baca Juga: PLN Berhasil Terapkan Co-Firing di 29 PLTU Hingga Februari 2022

Senada, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handoyo mengungkapkan, secara umum kebutuhan batubara industri smelter cukup beragam.

"Kalau untuk (smelter) nikel rata-rata sudah pakai listrik (dari PLN) tidak pakai batubara (pembangkit sendiri) lagi," ungkap Jonathan kepada Kontan, Senin (28/3).

Jonathan melanjutkan, penggunaan batubara untuk industri smelter memang kian menciut setiap tahunnya. Salah satu faktornya yakni mulai beralihnya industri menggunakan layanan listrik dari PLN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×