Reporter: Sigit Rahardjo, Ragil Nugroho | Editor: Dupla Kartini
HONG KONG. Memang tak mudah berinvestasi di Tanah Air. Masalah infrastruktur jelas masih menjadi kendala. Belum lagi masalah-masalah lain yang seringkali di luar hitungan investor: soal area pemakaman.
Masalah makam itu yang menghadang niat PT Hutchison Ports Indonesia (HPI) untuk mengoptimalkan area pelabuhan peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT). Padahal HPI sudah menyiapkan dana sebesar US$ 100 juta untuk pengembangan terminal peti kemas ini hingga 2014 mendatang. Seperti diketahui, makan Mbak Priok belum juga bisa dipindahkan dari area pelabuhan tersebut.
Stephen Ashworth, Chief Executive Officer HPI mengungkapkan, banyak kendala dalam mengembangkan infrastuktur di Indonesia. Bahkan, JICT pun kesulitan mengembangkan area pelabuhan mereka karena masih terganjal oleh makam Mbah Priok itu. “Masih ada ganjalan dalam upaya pengembangan ini,” ujarnya, akhir pekan lalu.
JICT berharap, Indonesia Port Corporation (Pelindo II) bisa segera menyelesaikan masalah sengketa tanah ini dengan pihak ahli waris Mbah Priok. “Saya rasa teman-teman di Pelindo II serius menyelesaikan kasus ini,” harap Ashworth.
Bagi JICT pengembangan terminal peti kemas itu penting bagi untuk memperbesar kapasitas pelabuhan hingga mencapai 5 juta TEUs dalam beberapa tahun ke depan. JICT menghitung, jika masalah makam ini bisa tuntas, JICT bisa lebih leluasa mengembangan area selatan untuk memperluas pintu utama bagi truk-truk peti kemas yang akan masuk terminal JICT.
Terus bertumbuh
Asal tahu saja, HPI adalah anak usaha Hutchison Ports Holding (HPH), korporasi global yang berkantor pusat di Hong Kong. Saat ini HPH mempunyai saham di 52 pelabuhan dengan 315 dermaga yang tersebar di 26 negara di Asia, Eropa, dan Amerika.
HPI sendiri sudah menjadi pengelola JICT I dan II sejak 13 tahun lalu bersama Pelindo II. Dalam joint venture ini, HPI memiliki saham sebesar 51%, Pelindo II mengempit 48,9% saham, dan sisanya dipegang oleh Koperasi Pegawai Maritim, yakni sebesar 0,01%.
Sejak pertama kali HPI berada di JICT, pelabuhan peti kemas ini terus bertumbuh. Jika pada 1999, kapasitas bongkar muat peti kemas JICT hanya 1,4 juta TEUs, tahun lalu JICT sudah bisa membongkar muat peti kemas sebanyak 2,3 juta TEUS.
Selain mengelola JICT, HPI juga menjadi sekondan Pelindo II dalam mengelola Terminal Peti Kemas Koja. Di TPK Koja, HPI punya 44.68% saham, sedangkan Pelindo II memegang 55,32% saham. Tahun lalu, Koja mampu menghandel peti kemas sebanyak 800.000 TEUs. “Tahun ini kami manargetkan JICT bisa membongkar muat petikemas sebanyak 2,8 TEUs, dan Koja sebesar 1 juta TEUs,” ungkap Rianti Ang, Chief Comercial Officer HPI.
Ashworth, menambahkan, sejak HPI terlibat dalam pengelolaan JICT dan TPK Koja, kedua terminal tersebut telah berhasil meningkatkan kinerja dan tingkat produktivitas yang baik. “Kami juga terus meningkatkan investasi dalam peralatan, pekerjaan sipil, teknologi, dan sumber daya manusia,” ujar Ashworth.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News