Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai langkah untuk menggenggam mayoritas saham di PT Freeport Indonesia (PTFI), proses divestasi 51% saham PTFI oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sudah mulai dilakukan. Proses ini pun menarik perhatian publik, dan karenanya harus dilakukan secara profesional dan konstitusional.
Pengamat Pertambangan Jannus T. H. Siahaan mengatakan, sebagai aksi korporasi, langkah Inalum harus sesuai dengan standar akuisisi atas hak partisipasi yang kemudian dikonversikan menjadi kepemilikan saham. Di sisi lain, perwakilan pemerintah Republik Indonesia, Inalum harus memperjuangkan hak-hak bangsa, serta bertindak dengan sangat hati-hati agar kepentingan nasional bisa diperjuangkan secara maksimal dalam setiap agenda akuisisi ini.
“Tentu saja PT Inalum akan menjadi pihak yang sangat dirugikan jika proses ini dilakukan dengan cara-cara yang salah, apalagi dengan bohong-bohongan. Jika itu sampai terjadi, justru Indonesia pun akan berpotensi untuk dirugikan pula,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jum’at (20/10).
Inalum, kata Jannus, tidak akan diuntungkan sedikit pun jika proses akuisisi ini dipolitisasi atau dilebar-lebarkan ke ranah yang keluar jauh dari konteks aksi korporasi yang profesional. Menurut Jannus, langkah terbaik yang harus dilakukan Inalum adalah dengan meyakinkan publik bahwa semua proses dan agenda divestasi ini dijalankan secara profesional dan konstitusional, termasuk dengan menerima setiap masukan dan saran yang disampaikan sebagai bentuk kepedulian publik atas kepentingan negaranya.
“Karena itu semua adalah bentuk kepedulian publik yang harus menjadi pelecut bagi PT Inalum untuk bergerak maksimal dalam memperjuangkan hak dan kedaulatan bangsa Indonesia,” ungkap Jannus yang juga pernah bekerja pada level manajemen senior di industri mineral dan batubara ini.
Seperti yang diketahui, pada 27 September 2018 lalu, Inalum dan Freeport-McMoran Inc (FCX) telah menandatangani shareholders agreement atau perjanjian kesepakatan antara pemegang saham dengan pemegang saham baru PTFI, dan Sales and Purchase Agreement (SPA) mengenai pembelian 40% participating interest (PI) Rio Tinto.
Namun, Inalum belum sah menggenggam saham mayoritas PTFI karena masih harus melunasi pembayaran sebesar US$ 3,85 miliar yang ditargetkan dapat dipenuhi sebelum tutup tahun ini. Namun, sebelum pembayaran itu terjadi, ada sejumlah hal yang harus terlebih dulu diselesaikan, seperti soal administrasi dan perizinan, serta isu lingkungan yang dihadapi PTFI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News