kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski ada persoalan lingkungan, Inalum yakin pembiayaan divestasi sesuai target


Jumat, 19 Oktober 2018 / 18:00 WIB
Meski ada persoalan lingkungan, Inalum yakin pembiayaan divestasi sesuai target
ILUSTRASI. DIVESTASI SAHAM PT FREEPORT


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati sales and purchase agreement (SPA) telah ditandatangi pada 27 September 2018, namun PT Indonesia Asahan Aluminum (Inalum) masih belum sah menggenggam 51% saham di PT Freeport Indonesia (PT FI). Pendanaan menjadi kunci agar proses divestasi ini bisa usai.

Inalum harus membayar sebesar US$ 3,85 miliar untuk bisa memiliki saham mayoritas di PTFI. Untuk menyiapkan dana sebesar itu, Inalum mencari pembiayaan dari sindikasi perbankan.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin bilang, ada delapan bank asing yang akan memberikan pinjaman. Namun, seperti kata Budi setelah menandatangi SPA, ia mengaku belum bisa memberikan penjelasaan yang terperinci tentang pinjaman dari perbankan asing ini. “Kita nggak bisa kasih tahu sekarang sampai transaksinya selesai,” ujarnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada Rabu (17/10) lalu, Budi meyakinkan bahwa tidak ada bank dari negara China dalam sindikasi perbankan tersebut. Ia pun mengungkapkan alasan mengapa yang tidak ada bank lokal dalam sindikasi tersebut. “Kenapa tidak ada perbankan dari dalam negeri? Karena supaya tidak ada uang yang keluar,” ujarnya.

Namun, menurut Budi, ada sejumlah kondisi yang harus dipenuhi agar delapan bank asing tersebut mau mencairkan pinjamannya. Salah satunya ialah soal penyelesaian masalah lingkungan yang dihadapkan pada PT FI.

“Nggak mungkin uang ke luar kalau isu ini nggak selesai. Akan sulit kita mendapatkan pendanaan dari institusi internasional. Jika bank tidak mencairkan pembiayaan, transaksi tidak terjadi,” jelas Budi.

Pasalnya, dalam forum tersebut, Komisi VII DPR RI mempersoalkan tentang temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan angka sebesar Rp. 185 triliun sebagai jasa potensi ekosistem yang hilang akibat aktivitas penambangan PT FI. 

Terlebih, menurut Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu, ada juga temuan BPK yang mengungkapkan bahwa PT FI memakai kawasan hutan lindung tanpa adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 4.535,93 hektare.




TERBARU

[X]
×