Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Niat investor Jepang tetap ingin berinvestasi di Indonesia, khususnya Jawa Barat masih tinggi. Asalkan dibarengi dengan penyediaan infrastruktur, seperti pelabuhan di wilayah ini.
Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, beberapa investor dari negeri matahari terbit sudah mensyaratkan adanya infrastuktur berbentuk pelabuhan di wilayah Jawa Barat.
Salah satu jalan keluar untuk menarik investasi di wilayah ini adalah dengan mempercepat pembangunan pelabuhan laut internasioinal Cilamaya di Karawang. Pihaknya pun berjanji untuk mendorong percepatan ini.
Pembangunan pelabuhan Cilamaya ini memang masuk dalam salah satu proyek metropolitan priority area (MPA) yang digagas pemerintah. Yang lain adalah proyek mass rapid transportaion (MRT), perluasan bandara internasional Soekarno Hatta, fasilitas pengolahan limbah di Jakarta dan proyek kereta api cepat Jakarta Surabaya.
Awalnya, rencana pembangunan proyek ini dimulai 2017 dan selesai 2020 nanti. "Tapi saya mendorong supaya dipercepat sehingga akhir tahun depan atau paling tidak awal 2016 fisiknya sudah dimulai," katanya Rabu (13/2).
Dia sendiri mengatakan beberapa investor asal Jepang membutuhkan lahan seluas 33.000 hektare (ha) untuk merealisasikan investasinya. Kebutuhan lahan seluas ini tentu menuntut kesiapan infastruktur penunjang yang baik, termasuk pelabuhan.
Sebenarnya pembangunan pelabuhan ini menurutnya telah disepakati oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia dengan Ministry of Economy, Trade and Industry (METI). "Setelah dianalisa, mereka tidak bisa menggantungkan diri dengan Pelabuhan Tanjung Priok karena kerugian akibat biaya logistik terus saja meningkat," ucapnya.
Para investor Jepang juga telah menawarkan skema investasi melalui public private partnership (PPP), yang melibatkan pemerintah serta swasta.
Investor Jepang saat ini memang mengeluhkan kepadatan bongkar muat barang di pelabuhan Tanjung Priok. Apalagi bagi calon investor yang akan masuk.
Kazo Takahashi, Presiden Sharp Corporation mengharapkan pemerintah bisa menambah infrastruktur ketimbang tawaran insentif. "Kami mengharapkan adanya fasilitas logistik agar bisa lebih lancar," tutur Kazo.
Bagi Sharp, masalah kemacetan tidak saja mengganggu pengiriman produk mereka. Pasalnya sebagai perakit alat elektronik yang terikat dengan ketepatan waktu, pengiriman komponen pun harus tepat waktu.
Mahendra Siregar, Kepala Bada Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengakui ketertarikan investor Jepang berbisnis di Indonesia masih tinggi. "Survey Japan Bank for International Corporation (JBIC), 30% investor Jepang bilang Indonesia menarik bagi investasi mereka," ujarnya.
BKPM mencatat investasi Jepang di sektor nonmigas pada 2013 mencapai US$ 4,71 miliar. Jumlah ini melonjak 91,8% dibanding realisasi pada 2012 yang mencapai US$ 2,51 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News