Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) cukup diuntungkan dengan kebijakan harga patokan batubara dalam skema Domestic Market Obligation (DMO) sebesar US$ 70 per ton di tengah kenaikan harga komoditas emas hitam secara global.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, kebutuhan batubara untuk dalam negeri selama setahun rata-rata berkisar sebesar 130 juta ton.
"Kenaikan (harga) US$ 1 per ton artinya naik US$ 130 juta (penambahan cost) atau sekitar Rp 2 triliun," kata Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII, Senin (15/11).
Darmawan melanjutkan, dengan harga patokan sebesar US$ 70 per ton untuk ketenagalistrikan maka dengan harga batubara yang kini di kisaran US$ 180 per ton artinya terdapat selisih sekitar US$ 100 per ton.
Dengan kondisi tersebut, maka kenaikan ongkos yang mungkin ditanggung PLN jika mengikuti harga pasar mencapai US$ 13 miliar jika komoditasnya merupakan hard range coal. Sementara itu, untuk mid range coal maka selisihnya sekitar US$ 70 hingga US$ 80 per ton.
Baca Juga: Pelaku usaha pertambangan pastikan pemenuhan DMO batubara dilakukan
"Sekitar US$ 8 miliar atau US$ 9 miliar. Jadi penambahan (cost) sekitar Rp 130 triliun per tahun," terang Darmawan.
Dari jumlah tersebut, sekitar seperempatnya atau sebesar Rp 40 triliun akan ditanggung dengan subsidi. Sementara, sekitar Rp 80 triliun akan ditanggung dengan kompensasi.
Menurutnya, jika kemudian kebijakan tarif adjustment atau penyesuaian dilakukan, maka besaran Rp 80 triliun yang ditanggung oleh pemerintah lewat kompensasi akan diteruskan ke pelanggan. Artinya beban tersebut berpotensi ditanggung oleh pelanggan.
"Jadi memang ada (potensi) penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak sekitar 40%. Sedangkan yang ditanggung pemerintah Rp 40 triliun dan konsumen Rp 80 triliun," pungkas Darmawan.
Selanjutnya: Komisi D sebut Pemprov DKI Jakarta tak siap antisipasi potensi banjir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News