Reporter: Azis Husaini | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggodok kebijakan tentang penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) tidak akan merugikan pengusaha batubara. Di sisi lain, kebijakan tersebut juga akan mengamankan PT Perusahan Listrik Negara (PLN), sehingga tidak memicu kenaikan tarif listrik.
Agar membuat kebijakan harga batubara DMO untuk pembangkit listrik, Peraturan Pemerintah (PP) 01/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) harus direvisi. Beberapa kali pemerintah dikabarkan menetapkan harga batubara. Terakhir dikabarkan US$ 70 per ton.
Namun ada pula kabar, harga batubara DMO ditetapkan 70% dari harga batubara acuan (HAB). Sayang, terkait soal harga Ignasius Jonan, Menteri ESDM enggan menjawab. Ia hanya bilang, sudah memberitahu ke sekretaris Presiden Joko Widodo agar revisi PP segera diteken.
"Begitu PP jadi, Permen ESDM keluar. Sebab sudah saya teken dan tinggal kasih nomor," ungkap Jonan dalam Energy Talk di Gedung Energy, Selasa (6/3).
Jonan mengakui tarif listrik yang tidak akan naik hingga akhir 2019 membuat beban PLN bertambah. Apalagi di tengah harga batubara yang terus naik. Makanya, PLN waktu itu meminta agar harga batubara DMO turun. "Saya jawab oke, tapi nanti harga batubara DMO tidak merugikan pengusaha dan tidak membuat tarif listrik naik. Ini yang penting," terang dia.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia mengungkapkan, harga batubara tidak bisa diprediksi. Jika ada kebijakan harga khusus batubara DMO untuk pembangkit listrik, sentimen harga batubara ekspor buruk. Apalagi harga tidak ekonomis. "Kalau diskon harga batubara domestik, sentimen negatif ke ekspor. Ekspor setahun bisa 400 juta ton," kata dia.
Syofvi Felienty Roekman Direktur Perencanaan Korporat PLN, bilang, saat ini harga batubara US$ 101 per ton, harga gas juga naik dan harga BBM naik Perusahaan ini harus mengaliri listrik ke 3.660 desa. "Investasi di Jawa satu rumah hanya Rp 2 juta, kalau di pulau yang remote satu rumah untuk listrik mengalir bisa Rp 200 juta," ujarnya.
Apalagi, sejak 2015 investasi proyek kelistrikan PLN dari kas internal. "PLN harus sehat. Untuk melistriki desa itu Rp 16 triliun per tahun," ungkap dia. Tahun 2014, PLN mendapat Rp 4 triliun dari APBN untuk melistriki desa.
Biaya pokok produksi di pelosok Rp 8.000–Rp10.000 per kWh. Padahal biaya pokok penyediaan nasional Rp 12.000 per kWh. "Kami sudah menerapkan satu harga sejak PLN berdiri, di pelosok manapun harganya sama seperti di Jakarta," terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News