kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Juragan properti di Negeri Kanguru


Jumat, 20 September 2013 / 15:35 WIB
Juragan properti di Negeri Kanguru
ILUSTRASI. ubi ungu


Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Havid Vebri

Menjadi pengusaha sukses di negeri sendiri mungkin sudah biasa. Tapi bermukim di negara orang dan menjadi seorang pengusaha sukses, mungkin tak banyak orang bisa melakukannya. Nah, salah orang berdarah Indonesia yang sukses di luar negeri adalah Iwan Sunito.

Di negeri kanguru, ia termasuk juragan properti sukses. Mengusung bendera Crown Group, nilai proyek propertinya di negeri tetangga itu mencapai AU$ 3 miliar (Rp 30 triliun).

Kendati sukses menggarap pasar properti Australia, hatinya tetap merah putih. Terbukti, ia tak melepas kewarganegaraan Indonesia. Tentu saja kesuksesan pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, dalam membangun Crown tidak terjadi dalam sekejap. Pria berusia 47 tahun ini meniti karier di bisnis properti sejak lulus kuliah juruan arsitektur di University of New South Wales (UNSW), Australia.

Sejak masih di bangku kuliah, Iwan rajin menawarkan jasanya sebagai arsitek lewat proyek-proyek individual. Misalnya, mendesain dapur, kamar mandi, garasi hingga perluasan rumah.

Tahun 1992, pria penggemar rujak cingur ini meraih gelar Bachelor of Architecture dengan predikat honors. Skripsinya saat itu berjudul Thinking Architecture Enterpreneurially and Enterpreneur Architecturally. "Saya meyakini pembangunan yang baik memerlukan arsitektur yang bagus, dan arsitektur yang bagus akan memiliki daya jual yang baik," ungkapnya.

Setamat strata satu, ia lantas meneruskan pendidikan strata dua di bidang manajemen konstruksi, tetap di Australia. Nah, sewaktu mengambil master of construction management, ia mendapat order mengerjakan rumah mewah di Rosebay, Australia.

Itu adalah proyek rumah mewah pertama yang ditanganinya. Sembari kuliah, bapak tiga anak ini juga diterima bekerja di perusahaan arsitek ternama, yakni Cox Richardson & Taylor.

Gelar Master of Construction Management berhasil diraihnya pada 1993. Tahun berikutnya, Iwan memutuskan untuk mendirikan perusahaan arsitektur sendiri yang dinamainya Joshua International Architects.

Masa-masa awal menjadi arsitek penuh kliennya masih sedikit. "Turnover saya pada tahun pertama hanya sebesar AUS$ 50.000," katanya kepada KONTAN. Namun, seiring berjalannya waktu, ia pun menerima makin banyak order.  Selain warga Australia sendiri, kliennya banyak dari Indonesia, Singapura dan Korea. Umumnya mereka minta dibuatkan desain rumah mewah.

Pada tahun berikutnya 1994, pendapatannya sebagai arsitek langsung melambung hingga mencapai AUS$ 150.000. Pelan-pelan skala proyeknya berubah dari mendesain rumah pribadi ke pengembangan proyek skala medium, seperti apartemen.

Omzetnya sebagai arsitek juga terus bertumbuh. "Skala pertumbuhannya sekitar 200% tiap tahunnya," kata Iwan. Di tahun ketiga mendirikan usaha, ia berhasil meraup omzet sebesar AUS$ 350.000.  "Walau terdengar seperti pertumbuhan luar biasa, tapi gaji saya hanya sebesar AUS$ 25.000 pada tahun pertama dan sekitar AUS$ 50.000 pada tahun ketiga," kenangnya.

Menurutnya, bisnis jasa arsitektur merupakan bisnis dengan margin rendah karena kompetisinya sangat ketat. Saat itulah Iwan mulai berpikir untuk mengembangkan bisnisnya menjadi perusahaan pengembang properti. "Saya mulai mengumpulkan modal awal AU$ 300.000 melalui keluarga dan teman-teman untuk mengerjakan proyek duplex atau konversi rumah.

Selama masa-masa awal menjadi pengembang properti, ia fokus mencari situs-situs pengembangan properti. Aktivitas itu ditekuninya selama sekitar setahun. Dari situ ia mencoba mengikuti beberapa tawaran tender proyek properti. Sebagai pendatang baru, perusahaannya tak pernah menang tender.

Tak mau menyerah, Iwan lalu mencoba melobi kembali keluarga dan teman-teman nya. Setelah diyakinkan, mereka setuju menaikkan modal penyertaan mereka menjadi AU$ 1 juta. "Namun, kami masih saja belum bisa memenangkan proyek yang diinginkan, " ujar Iwan.

Sekitar tahun 1996, dewi fortuna mulai berpihak kepadanya. Ia menang tender menggarap proyek dengan ketinggian 12 lantai yang terdiri dari pertokoan dan 54 unit apartemen. Nilai proyek ini AU$ 28 juta di Bondi Junction, salah satu daerah bergengsi di Sydney.

Modal awal yang dibutuhkan menggarap proyek itu AU$5 juta. Iwan bilang, proyek ini sangat besar artinya bagi pemula seperti dirinya.  Segera saja Iwan menyambut tantangan itu dan menghubungi rekannya bernama Paul Sathio, seniornya di UNSW, yang juga orang Indonesia. "Kami putuskan untuk menggabungkan dana guna mengembangkan proyek besar pertama ini., ” ujarnya.

Sebelum penggalian tanah dimulai, proyek ini sudah ramai dipesan pembeli dengan tingkat keterjualan lebih dari 80% . "Proyek pertama kami ini merupakan keajaiban karena sukses besar dalam menyelesaikan proyek yang kapasitasnya jauh melebihi pengalaman kami saat itu," ujarnya.

Sukses menggarap proyek itu, mereka memutuskan bergabung terus dan menjadi satu grup dengan membawa bendera Crown Group. Kini Crown Grop menjadi salah satu perusahaan properti khusus perumahan terbesar di Sydney, dengan fokus membangun resor berbintang lima. Total proyek yang dikerjakannya saat ini mencapai AU$ 3 miliar.

Menuai sukses di bisnis properti tak lantas membuat Iwan puas. Pemilik sekaligus chief excecutive officer (CEO) Crown Group ini berambisi mengembangkan pasar di Sydney. Ia melihat, peluang bisnis properti, terutama sektor hunian di Sidney masih sangat terbuka. Sidney masih membutuhkan 50.000 perumahan yang ekuivalen dengan AU$ 40 miliar (sekitar Rp 400 triliun).

Selain fokus menggarap pasar Sidney, ia mulai melebarkan sayap dengan mebidik pasar Indonesia. Demi memuluskan ekspansi usahanya ini, Iwan mendirikan Crown Indonesia di 2013. Di Indonesia, Crown berambisi mengembangkan proyek properti dengan nilai total Rp 100 triliun dalam tempo 10 tahun mendatang.  

Generasi penerus

Selain fokus memajukan perusahaan, Iwan mulai memikirkan regenerasi di Crown. Jika saatnya tiba, ia ingin menyerahkan tampuk kepemimpinan ke putra sulungnya, Samuel Sunito untuk menjadi penerusnya. "Saya juga telah mulai menyiapkan anak saya sebagai penerus ke depannya,"  kata dia.

Agar proses regenerasi ini berjalan baik, Iwan menyiapkan putra sulungnya itu sejak dini. Sejak masih SMA, Samuel dilatih bekerja sambilan di restoran cepat saji dan magang di Crown.

Sementara adik-adik Samuel, Hannah Sunito dan Michelle Sunito aktif mengikuti kegiatan gereja dan berbicara di depan umum. Iwan kerap mengajak anak-anaknya saat tampil wawancara di televisi agar mereka memiliki kepercayaan diri. Bagi Iwan,  keseimbangan kehidupan keluarga,  bisnis dan kerohanian harus seiring sejalan.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×