Reporter: Handoyo |
JAKARTA. Petani rumput laut tengah gundah gulana. Soalnya, bukan hanya harganya turun belakangan ini, produksi mereka juga menurun akibat musim kemarau yang cukup panjang.
I Ketut Lencana Yasa, Ketua Kelompok Tani Rumput Laut Sari Negara, Kabupaten Badung, Bali, menjelaskan, produksi rumput laut petani yang biasanya 200 ton sekali panen kini turun 25% menjadi sekitar 150 ton. "Penurunan produksi tersebut sudah berlangsung sejak tiga bulan yang lalu," kata Ketut, akhir pekan lalu. Sekadar catatan, menurut ketut, budidaya rumput laut dari penanaman hingga panen perlu waktu 45 hari.
Penurunan tersebut rupanya terjadi di berbagai sentra rumput laut. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), juga mendata, produksi rumput laut di Brebes anjlok sekitar 50% daripada produksi normal.
Dalam kondisi normal, setiap hektare lahan budidaya rumput laut biasanya menghasilkan 1,5 ton rumput laut kering. Saat ini, produksinya hanya sekitar 750 kg.
Di Pamekasan, Madura, petani rumput laut juga mengaku penghasilannya turun 50% karena merosotnya panen. Biasanya, setiap 100 kilogram (kg) bibit rumput raut menghasilkan 800 kg, tapi kini hanya menghasilkan 40 kg.
Farid Ma\'ruf, Ketua Komisi Rumput Laut Indonesia, menyatakan, cuaca memang telah mempengaruhi dan menurunkan produksi rumput laut. Namun ia belum menghitung berapa total produksi dan penurunan produksi sepanjang Januari-Agustus 2011.
Celakanya, harga rumput laut di tingkat petani juga mengerdil. Penyebabnya, kualitas rumput laut memburuk saat musim kemarau.
Saat kemarau, suhu air dan kadar garam air laut meningkat. "Itu menyebabkan timbulnya gas yang merusak kualitas rumput laut," tandas Victor Nikijuluw, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Akibatnya, harga rumput laut kering yang pada awal tahun ini rata-rata mencapai Rp 18.000 per kg, kini hanya Rp 10.200 per kg, turun sekitar 43%. Bahkan di beberapa sentra rumput laut, harganya bisa jauh lebih rendah.
Contohnya di Ternate, Maluku Utara. Syalahuddin, petani rumput laut di Ternate, bercerita, harga rumput laut kering di pasaran belakangan ini hanya Rp 7.000 per kg, turun 30% dari bulan September lalu yang masih seharga Rp 10.000 per kg. Di tingkat petani, harga rumput laut kering ini hanya Rp 5.000 per kg.
Di Brebes, lebih parah lagi. Bappebti mencatat, harga rumput laut turun dari
Rp 7.000 per kg menjadi
Rp 2.500 kg dalam sebulan terakhir. Di Makassar, Sulawesi Selatan, harga rumput laut jenis Gloria di tingkat pedagang pengumpul turun dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 4.500 per kg dan jenis katonic dari Rp 12.000 per kg menjadi Rp 9.000 per kg.
Selain faktor kualitas, penurunan harga juga karena permainan tengkulak. Pedagang menekan harga rumput laut petani karena khawatir permintaan komoditas ini di Amerika Serikat (AS) dan Eropa akan menyusut gara-gara krisis ekonomi.
Penurunan permintaan dari AS dan Eropa itu bisa menghambat ekspor rumput laut. Saat ini, total volume ekspor rumput laut mencapai 80% total produksi nasional.
Safari Azis, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), membantah spekulasi itu. Ia bilang, harga turun karena kondisi pasar dan rendahnya kualitas rumput laut. Menurutnya, ekspor rumput laut terganggu karena ada rencana larangan ekspor rumput laut mentah.
Memang, KKP telah menunda larangan ekspor rumput laut mentah dari tahun 2012 menjadi 2013-2014. Namun akibat muncul rencana itu, menurut Safari, importir rumput dari luar negeri melirik rumput laut negara lain, seperti Madagaskar.
Toh, Victor berkeyakinan penurunan produksi dan harga rumput laut ini akan segera berakhir. Sebab berdasarkan ramalan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, musim kemarau segera berakhir dan Oktober ini mulai turun hujan. "Mulai November, produksi dan harga bisa meningkat karena suhu dan kadar garam di pesisir sudah normal," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News