Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Fokus pemerintah untuk bisa meningkatkan bauran energi khususnya yang berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT) yang diharapkan mampu mencapai 23% pada tahun 2025 harus membutuhkan dukungan kebijakan. Investor yang ingin mengembangkan pembangkit EBT tidak saja membutuhkan insentif, aturan hukum, tetapi juga jaminan harga jual yang sesuai.
Saat ini, berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pengembangan EBT baru mencapai 6,8% dari seluruh pembangkit yang ada di Indonesia.
Donny Yoesgiantoro, Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Limbah mengatakan, saat ini kendati potensi yang dimiliki sangat besar. Pemerintah harus berani mengambil langkah untuk membatasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan segera beralih untuk mengembangkan energi baru terbarukan.
"Energi fosil mungkin akan sangat terbatas dengan perkiraan di tahun 2025. Sumber energi biogas dan limbah bisa menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (15/3).
Namun dirinya juga mencatat beberapa persoalan yang menghambat pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM) salah satunya masalah pendanaan, pengadaan lahan, proses perizinan, tata ruang yang tumpang tindih hingga data dan informasi yang terbatas.
Hal ini yang masih menjadi PR pemerintah untuk mengembangkan EBT di samping juga adanya aturan mengenai tarif maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP). Oleh karena itu Kadin Indonesia meminta agar pemerintah bisa memberikan insentif bagi investor yang ingin mengembangkan EBT terutama di daerah-daerah remote.
"Untuk mempercepat pembangunan dan investasi di sektor energi terbarukan, para investor mengharapkan adanya insentif yang menarik serta peraturan yang mendukung investasi," lanjutnya.
George Arie W Djohan, Country Leader, GE Gas Power Systems mengatakan, sebenarnya untuk investasi pengembangan PLTBM atau bio massa cukup murah berkisar US$ 700.000 per MW. Berbeda dengan pengembangan pembangkit desain lainnya yang berkisar US$ 1 juta per MW. Oleh karena itu menurutnya yang menjadi soal di samping dari regulasi adalah tantangan untuk bisa menyediakan bahan bakar yang stabil, khususnya yang terkait dengan limbah seperti sawit misalnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News