kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kadin nilai pembubaran IPOP tidak ganggu ekspor


Jumat, 01 Juli 2016 / 14:45 WIB
Kadin nilai pembubaran IPOP tidak ganggu ekspor


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Ketua Komite Tetap Perkebunan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rudyan Kopot mengatakan, bubarnya manajemen IPOP tidak menganggu penjualan produk crude palm oil (CPO) Indonesia di pasar luar negeri.

Selain karena CPO sangat dibutuhkan, harganya juga lebih rendah dan lebih baik dibandingkan minyak nabati lainnya. Maka itu, Rudyan bilang, produk CPO Indonesia tetap menarik di pasar ekspor.

Di sisi lain, Indonesia juga sudah menerapkan prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk menjaga lingkungan. Denpan menerapkan RSPO, maka produk CPO Indonesia sudah memenuhi standar ramah lingkungan.

"Kita kan sudah RSPO, kenapa harus bikin aturan lain lagi, dan kenapa hanya sawit saja," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (30/6).

Menurut Rudyan, RSPO dan ISPO sudah lebih dari cukup untuk melawan isu lingkungan yang dihembuskan selama ini. Ia bilang, penerapan IPOP hanya bertujuan menghancurkan petani sawit Indonesia karena tidak membeli dari lahan petani yang dianggap meyerobot lahan hutan.

Padahal, sebagian besar petani sawit sudah terlanjur membuka sebagian wilayah hutan untuk pengembangan perkebunan sawit. Menurut Rudyan, sawit justru lebih ramah lingkungan ketimbang produk minyak nabati lainnya seperti kedelai, jagung dan bunga matari.

Sebab, pohon sawit bisa menjadi hutan yang menyumbangkan oksigen. Selain itu, pembukaan lahan sawit juga tidak masif seperti minyak nabati lainnya.

Menurut hitungan Kadin Indonesia, dalam 20 tahun terakhir pembukaan lahan sawit di Indonesia hanya meningkat 6 juta hektare (ha), sementara pada periode yang sama pembukaan lahan perkebunan untuk minyak nabati lainnya mencapai 30 juta ha.

Bila kebutuhan nabati dunia meningkat 6 juta ton per tahun, itu cukup dengan hanya membuka 1 juta ha lahan perkebunan. Sementara kalau untuk minyak nabati lainnya harus dibuka lahan seluas 10 juta ha untuk menghasilkan 6 juta ton minyak nabati. Jadi sudah jelas, minyak sawit jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak nabati lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×