kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kaji aturan energi terbarukan! Demi mendorong bisnis energi bersih


Senin, 19 Agustus 2019 / 20:04 WIB
Kaji aturan energi terbarukan! Demi mendorong bisnis energi bersih
ILUSTRASI. Rumah listrik surya


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) menilai pemerintah perlu mengkaji sejumlah regulasi yang menghambat iklim investasi demi mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam diskusi yang diselenggarakan IMEF mengungkapkan, regulasi seperti Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2017, Nomor 50 tahun 2017 termasuk salah satu aturan yang memberatkan.

Baca Juga: Indonesia Power Siapkan 18 Proyek Energi Baru Terbarukan premium

Regulasi tersebut membuat sejumlah proyek menjadi tidak bankable. "Salah satunya ketentuan BOOT, orang menjadi enggan berinvestasi ketika setelah masa kontrak seluruh aset menjadi milik negara," sebut Fabby, Senin (19/8).

Lebih jauh Fabby menilai, regulasi yang kaku membuat para investor lebih memilih melakukan investasi di negara tetangga. "Pertumbuhan EBT sangat lamban, estimasi 2014-2019 sekitar 1.300MW-1.350 MW atau lebih rendah dari 2010-2014 sebesar 1760 MW," jelas Fabby.

Mantan Anggota Dewan Energi Nasional Abadi Purno menyebutkan, Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada energi minyak dan gas bumi. "Produksi bahan bakar 750.000 barel sementara konsumsi 1,3 juta barel. Produksi bisa terus turun sementara konsumsi akan terus naik," sebut Abadi di Jakarta, Senin (19/8).

Baca Juga: Ini isi lengkap pidato "kenegaraan" Menteri Jonan di tambang Freeport

Lebih jauh Abadi bahkan mendorong penggunaan energi migas untuk mendukung industri. Apalagi melihat pertumbuhan konsumsi energi sekitar 5% dalam 10 tahun terakhir, Andang menilai energi migas lebih tepat jika digunakan sebagai modal pembangunan nasional sejalan dengan PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Berdasarkan target dalam Rencana Umum Energi Nasional, pada 2023 nanti pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 23% dan minyak bumi sebesar 25%, lalu pada 2050 nanti bauran EBT ditargetkan sebesar 31% dan minyak bumi sebesar 20%.

Menanggapi hal tersebut, Abadi beranggapan target-target tersebut akan sulit tercapai. "Kondisi 2017, minyak bumi sebesar 42,09% dan EBT baru 6,24%," jelas Abadi.

Baca Juga: Wapres Jusuf Kalla: Perkembangan pembangkit panas bumi lamban

Masih menurut Abadi, penyusunan RUEN kala itu, didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dan pertumbuhan populasi sebesar 1,7%. Sementara itu, realisasi pertumbuhan ekonomi berada dikisaran 5,1% hingga 5,3%. "Perlu ada kajian mengenai RUEN dengan asumsi dan skenario EBT sebagai backbone seluruh energi kita, apalagi Indonesia adalah lumbung EBT," tandas Abadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×