Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kekeringan ekstrim yang terjadi saat ini mulai mengancam produksi tembakau. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meramalkan hasil panen tembakau bisa merosot hingga 20% tahun ini.
Sebagai perbandingan, hasil panen tembakau tahun lalu sebanyak 200.000 ton. Dengan asumsi penurunan sebesar 20%, maka hasil panen tahun ini hanya sekitar 160.000 ton.
Ketua Umum APTI Abdus Setiawan menjelaskan, hasil panen tembakau menurun karena ada pergeseran musim tanam padi akibat kekeringan. "Dampaknya, petani tembakau tidak bisa melakukan penanaman," ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (9/9).
Maklum, tanaman tembakau biasanya ditanam bergiliran di lahan yang sama dengan padi menggunakan sistem multikultur.
Adapun kebutuhan tembakau untuk industri rokok tahun ini sebanyak 300.000 ton. Abdus bilang, selisih kebutuhan dan produksi tembakau akan ditutup oleh impor. "Impor tahun ini bisa melonjak dari 100.000 ton pada tahun lalu," ramalnya.
Abdus melanjutkan, meski pasokan tembakau yang beredar di pasar bakal berkurang karena produksinya menurun, namun harga tembakau tidak otomatis naik. Dia memprediksi harga tembakau jenis kasturi tahun ini akan tetap berada di kisaran Rp 45.000 per kilogram (kg).
Penyebabnya, permintaan dari industri rokok bisa jadi berkurang menyusul rencana pemerintah menaikkan target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 23% menjadi Rp 148,9 triliun tahun depan.
Padahal tembakau sangat begantung pada industri rokok yang menyerap seluruh produksi tembakau dalam negeri. Indonesia memang mengekspor tembakau, namun porsinya masih minim, kurang dari 10% dari seluruh produksi.
Sementara itu nasib cengkeh yang juga merupakan bahan baku rokok masih lebih baik daripada tembakau. Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) optimistis produksi cengkeh tidak terpengaruh oleh kekeringan.
Sekretaris Jenderal APCI I Ketut Budiman menjelaskan, cengkeh aman dari kekeringan karena cengkeh bukan tanaman semusim. Masa budidaya cengkeh memang cukup lama yaitu setahun.
Makanya, Ketut memprediksi produksi cengkeh tahun ini bisa mencapai 90.000 ton. Hasil panen itu tidak jauh berbeda dengan tahun lalu.
Menurut Ketut, petani lebih mengkhawatirkan industri rokok akan mengurangi pembelian cengkeh setelah pemerintah menaikkan target penerimaan cukai hasil tembakau. Ketut memprediksi, permintaan yang berkurang sementara pasokan yang berlimpah bisa membuat harga cengkeh jatuh. Bahkan saat ini pun sudah mulai terlihat tren penurunan harga cengkeh.
"Harga cengkeh sempat anjlok sampai Rp 60.000 per kg. Sebelumnya tidak pernah sampai serendah itu," ujar Ketut. Saat ini harga cengkeh sudah kembali naik menjadi Rp 80.000 per kg, namun tetap lebih rendah daripada Rp 100.000 per kg pada awal tahun.
Sebagai gambaran, industri rokok menyerap 93% produksi cengkeh. Sisanya dipakai oleh industri lain seperti farmasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News