Reporter: Handoyo, Primasyah Kristanto, Tri Sulistiowati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika (BMKG) meramalkan seluruh wilayah Indonesia memasuki musim kemarau sejak Mei hingga September ini. Itu sebabnya, pasokan dan ketersediaan pangan mulai riskan.
Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Perum Bulog, mengatakan, dampak musim kemarau memang harus diwaspadai karena panen padi berkurang pada September ini. "September nanti diprediksikan memasuki masa paceklik padi," katanya, akhir pekan lalu.
Dampak masa paceklik itu bisa terasa hingga tahun depan. Mengantisipasi kondisi tersebut, Sutarto menyatakan bahwa Bulog tetap membuka opsi melanjutkan impor beras tahap kedua di tahun ini. Adapun realisasi impor beras tergantung pada perhitungan antara ketersediaan pasokan dan kebutuhan. "Kami selalu menghitung perkembangan panen," kata Sutarto.
Badan Pusat statistik (BPS), sudah merilis angka ramalan (Aram) pertama. Isinya, produksi padi tahun ini turun 1,98% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 71,28 juta ton.
Impor jagung dan kedelai
Winarno Tohir, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, menyatakan, musim kemarau kali ini telah menurunkan pasokan pangan di dalam negeri. Selain beras, produksi jagung dan kedelai juga terganggu.
Menurut dia, dalam kondisi seperti sekarang, impor menjadi jalan pintas guna memenuhi stok pangan dalam negeri. Prediksi dia, impor beras bakal diikuti pula oleh impor bahan pangan lainnya, seperti jagung dan kedelai. "Kebutuhan dalam negeri memang kurang," katanya, kemarin.
Benny Kusbini, Ketua Dewan Hortikultura Indonesia, menilai, keputusan pemerintah yang selalu mengimpor bahan pangan merupakan imbas dari kesalahan kebijakan. Menurutnya, impor pangan seharusnya tak perlu dilakukan bila pemerintah sudah membuat manajemen stok yang kuat. "Sehingga tidak sedikit-sedikit impor," ujarnya.
Menurut Benny, impor beras bisa ditekan bila pemerintah membuat silo atau tempat menyimpan beras dalam jumlah besar. "Pemerintah sudah berkomitmen menutup impor beras hingga akhir tahun ini. Jika tetap impor, itu menyakiti hati petani," katanya.
Namun Winarno menilai, keputusan Bulog untuk mengimpor beras sudah tepat demi menjaga posisi stok beras hingga akhir tahun ini. Seperti sudah ditugaskan oleh pemerintah, Bulog harus memiliki stok beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir tahun ini.
Menurut Winarno, selain musim kemarau, ketersedian beras dalam negeri berkurang akibat banjir yang melanda sentra beras pada awal tahun ini. Belum lagi serangan hama, dan tersendatnya penyaluran benih dan pupuk turut menghambat produksi padi.
Berdasarkan situasi tersebut, dia menilai, arus impor beras tidak menekan harga padi petani. "Impor beras Bulog itu lebih untuk program beras subsidi," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News