Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ingin terus mendorong peningkatan kapasitas produksi petrokimia hulu nasional. Targetnya, kapasitas produksi nasional bisa memenuhi 60%-70% dari total kebutuhan dalam negeri pada tahun 2025 mendatang.
Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin mengatakan, industri petrokimia hulu memiliki peran yang sentral dalam menopang aktivitas berbagai industri, sebab produk-produk petrokimia dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri-industri turunannya.
Untuk produk etilen misalnya, biasa digunakan untuk membuat kemasan dan plastik. Begitu pula dengan produk-produk petrokimia hulu lainnya yang juga dibutuhkan dalam sektor konstruksi, otomotif, dan lain-lain.
Sayangnya, kapasitas produksi petrokimia hulu nasional saat ini masih terbatas. Menurut catatan Fridy, industri petrokimia hulu di dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 50% dari total kebutuhan nasional.
Baca Juga: Kemenperin memperkuat industri bahan baku obat
Akibatnya, sebagian kebutuhan produk petrokimia hulu sisanya terpaksa dipenuhi melalui impor sehingga defisit perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia secara keseluruhan terkadang menjadi tidak terhindarkan.
Hal ini tercermin misalnya pada realisasi perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia di tahun 2019. Fridy mencatat, impor produk petrokimia secara keseluruhan mulai dari hulu sampai hilir mencapai hampir US$ 20 miliar di tahun 2019, sementara ekspornya hanya mencapai US$ 8 miliar di periode yang sama.
Fridy menduga, minat investasi di sektor petrokimia hulu yang rendah disebabkan oleh tingginya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun fasilitas produksi petrokimia hulu.
“Yang jadi masalahnya selama ini kan investasinya besar, lahan yang (dibutuhkan) cukup luas juga kan,” kata Fridy kepada Kontan.co.id, Selasa (22/9).
Dihubungi terpisah, Suhat Miyarso, Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) menilai bahwa minat investasi yang rendah di bidang industri kimia hulu secara umum dipicu oleh sejumlah faktor.
Selain biaya investasi yang mahal, minat yang rendah juga diduga disebabkan oleh proses pengurusan perizinan yang dinilai masih sulit.
Menurutnya, meski sudah terdigitalisasi, proses pengurusan perizinan di platform Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) masih belum optimal. Di samping itu, izin usaha lokal di tingkat daerah juga masih sulit didapat.