kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenperin Menilai Potensi Industri Perkebunan Indonesia Masih Tinggi


Selasa, 04 Oktober 2022 / 12:11 WIB
Kemenperin Menilai Potensi Industri Perkebunan Indonesia Masih Tinggi
ILUSTRASI. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat Kick-off IHYA 2022 di Jakarta, Jumat (30/9).


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri agro masih memegang peranan penting terhadap pertumbuhan sektor industri. Pada kuartal II-2022, industri agro mampu memberikan kontribusi sebesar 50,41% terhadap sektor industri pengolahan nonmigas. Begitu pula dengan pencapaian realisasi investasi baru yang berasal dari modal asing maupun dalam negeri yang pada periode tersebut meningkat hingga menyentuh angka Rp 36,52 triliun, atau jauh melampaui periode yang sama tahun sebelumnya.

Industri hasil perkebunan merupakan salah satu bagian dari industri agro yang pada semester I-2022 memiliki kinerja ekspor sebesar US$ 14,21 miliar atau 56,6% dari total ekspor industri agro yang mencapai US$ 25,12 miliar.

“Komoditas industri hasil perkebunan Indonesia yang mainstream meliputi kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan minyak atsiri. Kementerian Perindustrian terus berupaya mengoptimalkan potensi komoditas perkebunan melalui hilirisasi industri yang mampu meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran pers di situs Kemenperin, Selasa (4/10).

Komoditas kelapa sawit dan minyak goreng merupakan produk ekspor utama Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit. Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri.

Baca Juga: Indonesia Dorong Kesetaraan dalam Sertifikasi Pengelolaan Hutan

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyampaikan, ekspor produk sawit mencapai hampir 89% dari komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa, kakao, kopi, teh, dan minyak atsiri.

Dalam 10 tahun terakhir, seiring dengan digalakkannya hilirisasi industri berbasis kelapa sawit, terjadi penambahan yang cukup pesat pada jenis produk hilir komoditas tersebut, dari 54 jenis produk di tahun 2011 menjadi 168 produk pada 2021.

“Ekspor komoditas ini juga mengalami pergeseran dari hulu ke hilir. Pada 2010, volume ekspor hulunya 60% dan hilirnya 40%, sedangkan 2021 ekspor produk hilir mendominasi hingga 90,73% dan hulunya 9,27%,” ungkap Putu.

Dalam Seminar Nasional Peran Standardisasi dan Produktivitas Hasil Komoditas Perkebunan dalam Rangka Meningkatkan Nilai Ekspor Nasional yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, Putu menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam upaya hilirisasi kelapa sawit. Di antaranya diperlukan revitalisasi teknologi produksi CPO dan kebijakan tata kelola pemenuhan kebutuhan produk hilir minyak sawit untuk alokasi dalam negeri dan ekspor. Selain itu, terdapat kendala tingginya input energi dan biaya logistik pada industri pengolahan minyak sawit, khususnya yang berorientasi ekspor.

“Salah satu upaya yang perlu diambil untuk mengatasi tantangan tersebut adalah membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di lokasi perkebunan,” kata dia.

Pada komoditas atsiri, Indonesia memiliki cukup potensi untuk mengembangkan komoditas tersebut. Dari 99 jenis atsiri, terdapat 40 jenis yang tumbuh di Indonesia. Sebanyak 17 jenis atsiri telah dibudidayakan dengan 7 jenis di antaranya merupakan unggulan.

Demikian pula dengan komoditas kelapa yang cukup berlimpah di Indonesia. Namun begitu, hilirisasinya masih terbatas pada industri gula kelapa, industri minyak kelapa, industri sabut kelapa, dan industri kelapa terpadu dengan contoh hasil produknya berupa santan dan air kelapa kemasan. Salah satu tantangannya adalah produk hilir kelapa didominasi oleh produk intermediate yang bernilai tambah rendah.

"Oleh karenanya, kami mendorong riset dan pengembangan industri pengolahan kelapa di dalam negeri agar menciptakan produk-produk baru,” tambah Putu.

Baca Juga: AB2TI Usulkan Pemerintah Segera Putuskan Kenaikan HPP Gabah dan Beras

Sementara itu, di industri pengolahan rempah saat ini terdapat 182 industri bumbu masak dan penyedap masakan yang berkembang di Indonesia. Namun, Indonesia masih berada di posisi 18 untuk eksportir bumbu di dunia. Untuk itu, Kemenperin mengambil beberapa kebijakan untuk meningkatkan ekspor, antara lain promosi program Spice Up the World dan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.

Kemudian, industri karet mencatat produksi karet alam mencapai 3,1 juta ton pada 2021 atau berkontribusi 22% terhadap total produksi karet alam dunia yang mencapai 14 juta ton. Indonesia berada di posisi kedua produsen karet alam setelah Thailand. Sedangkan untuk perdagangan karet alam di dunia, Indonesia juga menempati peringkat kedua setelah Thailand dengan kontribusi ekspor Indonesia sebesar 22% atau setara 2,4 juta ton.

Untuk meningkatkan industri pengolahan karet, Kemenperin mendorong penggunaan aspal karet, mengadakan business matching penguatan program P3DN, dan memperkuat kerjasama antarnegara produsen karet dunia, terutama dalam kerangka kerja sama subregional Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Di industri kakao, Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara pengekspor cocoa butter di dunia setelah Belanda. Indonesia juga menduduki posisi ketiga setelah Belanda dan Pantai Gading sebagai industri pengolahan kakao dan peringkat keenam sebagai produsen biji kakao di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Nigeria dan Kamerun.

Untuk meningkatkan produktivitas kakao, Kemenperin mendorong industri melakukan kemitraan dengan petani kakao. Hal ini bertujuan mengoptimalkan penyerapan kakao dari petani oleh industri.

Produk perkebunan lain yang menjadi unggulan adalah teh. Sebagai negara ketujuh produsen teh di dunia, produk teh hijau dan hitam Indonesia diekspor ke 58 negara dan produk teh ready to drink (RTD) diekspor ke 33 negara. Namun, produk teh RTD impor yang beredar lebih besar daripada produksi dalam negeri.

“Alhasil perlu adanya penerapan SNI teh RTD untuk membendung impor produk RTD yang tidak memenuhi standar pangan,” lanjut Putu.

Selain teh, Indonesia juga dikenal sebagai produsen kopi. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat di dunia yang memiliki 39 jenis kopi berdasarkan indikasi geografis. 

“Nilai ekspor olahan kopi tahun 2021 mencapai US$ 604,4 juta yang diekspor ke sekitar 75 negara,” tandas Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×