Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) meminta pemerintah untuk melakukan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras dari petani.
Pasalnya dari hasil kajian dan survei AB2TI bulanan selama hampir tiga tahun terjadi kecenderungan penurunan harga gabah dan beras di tingkat usaha tani mulai Agustus 2019 hingga Juni 2022.
"Saat ini bertanam padi tidak menguntungkan, hal ini menyebabkan sebagian petani beralih komoditas sehingga produksi padi justru mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir yaitu sebesar 7,7% di 2019, naik sangat kecil sebesar 0,09% di 2020 dan turun lagi 0,42% di 2021," kata Ketua Umum (Ketum) AB2TI dalam keterangan resmi, Rabu (28/9).
Baca Juga: Awas, Hujan Berlebihan Akan Hambat Pasokan Beras
Lebih lanjut, adanya iklim kemarau basah atau La Nina di 2020 dan 2021 tidak membantu peningkatan produksi. Padahal selama 20 tahun terakhir fenomena La Nina dinilai berhasil meningkatkan produksi sangat tajam, dengan angka kenaikan terendah di 2007 sebesar 4,7%.
Kemudian biaya produksi padi telah mengalami kenaikan tinggi selama 3 tahun terakhir. Berdasarkan hasil perhitungan AB2TI saat Rapat Kerja Nasional 2019 biaya produksi mencapai Rp 4.523 per kilogram gabah kering panen (GKP).
Sedangkan tahun ini biaya produksi telah melonjak menjadi Rp 5.876 per kilogram GKP. Kenaikan biaya produksi yang tinggi tersebut disebabkan karena naiknya harga seluruh komponen biaya usaha tani meliputi sewa lahan, upah buruh tani dan sarana produksi yang naik dalam kisaran 25-35% selama 3 tahun terakhir ini.
"Berkaitan dengan hal tersebut AB2TI mengusulkan pemerintah segera memutuskan kenaikan HPP baru yang sebelumnya Rp 4.200 menjadi Rp 6.000 per kilogram GKP," ujarnya.
AB2TI menilai dengan kenaikan HPP diharapkan petani menjadi bersemangat kembali sehingga perlahan-lahan produksi padi dapat mengalami peningkatan, di tengah penurunan produksi sebesar 0,35 persen per tahun selama pemerintahan saat ini (2015-2021).
Adapun menyikapi rencana pemerintah untuk mengijinkan penanaman genetically modified organism (GMO) atau tanaman transgenik di Indonesia AB2TI menyatakan dukungannya dan terus terlibat dalam pemuliaan tanaman, baik yang menggunakan teknologi konvensional maupun bioteknologi yang dilakukan oleh pemulia tanaman dalam negeri, yaitu petani kecil, peneliti di perguruan tinggi maupun lembaga penelitian baik publik maupun swasta.
Baca Juga: Jaga Stabilitas Harga, Bulog Diminta Tak Berebut Gabah Saat Musim Gadu
Namun, AB2TI menolak masuknya GMO dari luar negeri. Hal tersebut lantaran akan ada ketergantungan petani Indonesia terhadap benih dari luar negeri. Kemudian akan ada potensi terjadinya pencemaran genetik dari tanaman GMO ke non-GMO.
Hingga adanya penguasaan benih oleh satu atau sedikit perusahaan multi-nasional dan penggunaan herbisida berlebihan yang merusak lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News