kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.439.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.405   30,00   0,19%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

Kemenperin Paparkan Penyebab Lesunya Industri Keramik Nasional


Rabu, 17 Juli 2024 / 06:05 WIB
Kemenperin Paparkan Penyebab Lesunya Industri Keramik Nasional
ILUSTRASI. Kementerian Perindustrian menyatakan kondisi industri keramik Tanah Air sedang tidak baik-baik saja.


Reporter: Vina Elvira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan kondisi industri keramik Tanah Air saat ini sedang tidak baik-baik saja. 

Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kemenperin Ashady Hanafie mengungkapkan, permasalahan industri keramik sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2015 karena kenaikan harga gas bumi. Padahal, sebelum tahun 2015 industri ini sedang berada pada masa jayanya yang dibuktikan dengan tingkat utilisasi yang mencapai 90%. 

“Sebenarnya (industri keramik) sudah cukup lama memiliki permasalahan yang berat. Mulai parahnya itu kenapa industri keramik drop karena ada kenaikan harga gas. Sebelum 2015 itu industri punya daya saing tinggi, bahkan utilisasi di atas 90%. Setelah gas naik harga naik, impor pun masuk, dan daya saing semakin rendah,” ungkap Ashady, dalam Diskusi Publik INDEF: Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, Selasa (16/7). 

Baca Juga: Begini Kata HKI Soal RPP Gas Bumi untuk Kebutuhan dalam Negeri

Kondisi tersebut kemudian diperburuk dengan mulai maraknya keramik impor yang masuk ke pasar dalam negeri sehingga menurunkan daya saing karena harga jual keramik impor yang lebih murah dari produk lokal. 

Menghadapi hal itu, pemerintah indonesia mulai menerapkan bea masuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) selama tiga tahun mulai tahun 2019 hingga 2021. Kemudian BMTP ini diperpanjang pada tahun 2021 selama tiga tahun lagi. 

Dia bilang, BMTP itu pada mulanya ditetapkan dengan tarif 23% untuk tahun pertama kemudian terus menurun hingga menjadi 13% pada tahun 2024. Namun demikian, bea masuk tinggi ini dinilai tidak berhasil menekan impor. “Ternyata impor malah makin banyak masuk,” sebutnya. 

Kemudian, industri keramik pun mengambil tindakan dengan mengajukan anti dumping pada 15 Maret 2023. Pengajuan tersebut dimasukan kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang dilanjutkan dengan penerbitan laporan pada akhir Juli yang merekomendasikan pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) selama lima tahun dengan penetapan tarif maksimal 199,98%

“Jadi dengan itu kami akan melanjutkan proses untuk BMAD ini,” tandas Ashady. 

Baca Juga: DPR Pertanyakan Efektivitas Rencana Penerapan Bea Impor Tambahan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×