kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45845,50   -13,12   -1.53%
  • EMAS1.347.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenperin Terus Pacu Pengembangan Industri Pengolahan Susu


Sabtu, 25 Mei 2024 / 09:07 WIB
Kemenperin Terus Pacu Pengembangan Industri Pengolahan Susu
ILUSTRASI. Realisasi industri pengolahan susu mencapai Rp 23,4 triliun dan menyerap tenaga kerja 37.000 orang hingga 2023


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya menjaga ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan susu agar produktivitasnya berjalan baik dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor. 

Adanya investasi baru di sektor industri pengolahan susu, khususnya produsen susu cair, menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan baku susu segar dari dalam negeri.

“Terjadi perubahan permintaan di pasar, dari susu bubuk dan susu kental manis, menjadi susu cair (UHT dan pasteurisasi) dalam beberapa tahun terakhir,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika dalam keterangan resmi di situs Kemenperin, Jumat (24/5).

Oleh karenanya, produksi terbesar di industri pengolahan susu saat ini didominasi susu cair dan krim (49%), sisanya adalah susu kental manis (17%), dan susu bubuk (17,5%). Seiring hal ini, industri pengolahan susu sudah mampu ekspor dengan beragam produk seperti susu formula, makanan bayi, es krim, keju, yogurt, susu bubuk, susu kental manis, serta susu cair dan krim.

Baca Juga: Aturan Impor Direlaksasi, Pelaku Industri Khawatirkan Ancaman Deindustrialisasi

Terkait kinerja industri pengolahan susu, Dirjen Industri Agro memaparkan bahwa sampai tahun 2023 realisasi investasi sektor ini sebesar Rp 23,4 triliun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37 ribu orang.

“Saat ini kondisi perkembangan sektor ini cukup baik, sudah ada 88 pabrik industri pengolahan susu dan turunannya dengan total kapasitas produksi mencapai 4,64 juta ton per tahun,” sebut Putu.

Putu juga mengemukakan, industri pengolahan susu merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Pada 2022, meskipun masih terjadi pandemi Covid-19, industri pengolahan susu mampu berkembang yang ditandai dengan munculnya beberapa investasi baru seperti PT Frisian Flag Indonesia di Kabupaten Bekasi, PT Nestle Indonesia di Kabupaten Batang, PT Kian Mulia di Kabupaten Bekasi, dan rencana investasi Baladna, perusahaan asal Qatar, di Kabupaten Indramayu.

Hal ini menunjukkan bahwa bisnis di sektor industri pengolahan susu masih cukup prospektif sekaligus mencerminkan Indonesia sebagai negara tujuan utama investasi karena terciptanya iklim usaha yang kondusif dengan berbagai kebijakan yang probisnis.

Putu menyatakan, industri pengolahan susu turut memberikan andil besar terhadap pertumbuhan industri agro. Pada 2023, industri agro mampu tumbuh 4,15% yang menjadi penopang utamanya adalah industri makanan dan minuman dengan pertumbuhannya mencapai 4,47%.

"Sementara itu, industri pengolahan susu termasuk di dalam industri makanan dan minuman,” jelas Putu.

Pada kuartal I-2024, kinerja industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 5,87% atau meningkat dibandingkan periode kuartal I-2023. Kontribusi industri agro terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 51,54% dan terhadap PDB nasional sebesar 9%.

Baca Juga: Aturan Impor Direlaksasi, Pelaku Industri Khawatirkan Ancaman Deindustrialisasi

Putu optimistis, kinerja industri pengolahan susu akan semakin gemilang seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah. Selain itu, bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, diyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya.

Saat ini, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sebesar 16,9 kilogram (kg) per kapita per tahun setara susu segar. Jumlah ini perlu dipacu lagi untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Apalagi, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, sehingga membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di industri pengolahan susu.

Namun demikian, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Sebab, kondisi saat ini, hanya sekitar 20% bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri.

“Masalah ini disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1% dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3%,” ungkap Putu.

Menurutnya, kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia atau sekitar 592.000 ekor, rendahnya produktivitas sapi perah rakyat (8-12 liter per ekor per hari), dan tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu (0,5-0,6).

Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan. 

Kendala lainnya adalah minimnya kepemilikan sapi perah peternak rakyat (2-3 ekor per peternak), biaya pembesaran (rearing) anakan sapi perah yang cukup mahal, kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP), serta masih minimnya minat anak muda untuk menjadi peternak.

Baca Juga: Kemenperin: Kinerja Ekspor Industri Tekstil Mulai Pulih

Guna mengatasi berbagai persoalan dalam pengembangan SSDN, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada penanganan di sektor hulu baik koperasi susu dan peternak sapi perah. Misalnya, Kemenperin telah memberikan bantuan sebanyak 84 cooling unit kepada 68 koperasi susu di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Pada tahun 2021, kami telah membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pengalengan, Jawa Barat, dan pada tahun 2022 kami melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur sebagai implementasi program industri 4.0 untuk memantau kualitas susu secara real time,” terang Putu.

Lebih lanjut, Putu juga menegaskan, keberhasilan pengembangan SSDN memerlukan kolaborasi berbagai pihak. Contohnya, Kemenperin terus mendorong industri pengolahan susu untuk ikut hadir dan berperan aktif dalam mengatasi berbagai masalah persusuan di sektor hulu, khususnya melalui program kemitraan yang saling menguntungkan dengan koperasi susu dan peternak sapi perah rakyat.

Pola kemitraan ini sangat penting, antara pelaku industri dengan peternak, untuk peningkatan populasi peternak dan sapi perah serta memfasilitasi bantuan sarana prasarana penunjang produksi. "Selain itu juga perlu adanya pelaksanaan program pelatihan SDM peternak terkait Good Agricultural Practices untuk peningkatan produktivitas peternak,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×