kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45912,11   2,80   0.31%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ESDM Susun Peta Jalan Pemensiunan Dini Pembangkit Batubara


Kamis, 25 Januari 2024 / 19:23 WIB
Kementerian ESDM Susun Peta Jalan Pemensiunan Dini Pembangkit Batubara


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  tengah menyusun peta jalan pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Diharapkan peta jalan ini bisa dengan spesifik mengidentifikasi dampak pemensiunan dini PLTU terhadap ekonomi hingga sosial pada masyarakat yang tinggal di wilayah penghasil batubara dan pembangkit. 

Saat ini sudah ada dua PLTU yang sudah pasti akan dipensiunkan yakni PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu. 

Baca Juga: Beda Pandang Tiga Paslon Capres-Cawapres Soal Pensiun Dini PLTU

Kedua pembangkit ini sudah masuk ke dalam dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP) yang rencananya akan dipensiunkan pada tahun 2035 dan 2037. 

Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), M. Arifuddin menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menyusun peta jalan pemensiunan dini PLTU. 

“Konsep awal sudah kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan dan juga Kementerian BUMN. Tentunya kami membutuhkan tanggapan dari dua kementerian ini,” ujarnya dalam acara di Jakarta, Kamis (25/1). 

Arifuddin menyatakan, saat ini pemensiunan dini pembangkit batubara masih berpedoman pada regulasi yang ada yakni Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Peneliti Bidang Hukum Center of Economic and Law Studies (CELIOS),  Muhamad Saleh menyatakan pentingnya dokumen hukum yang jelas dalam melaksanakan pemensiunan dini PLTU. 

Menurutnya kerangka regulasi Perpres 112/2022 memiliki masalah substansial. 

CELIOS mencatat 6 poin dalam Perpres 112/2022 yang membuat kebijakan transisi dari pembangkit fosil ke EBT sulit dijalankan dan terkesan setengah hati. 

Pertama, jika dicermati Pasal 3 Perpres 112/2022 tidak menjelaskan bahwa penyusunan peta jalan pengakhiran PLTU akan dituangkan dalam   jenis produk hukum yang spesifik. 

Tidak jelasnya dasar hukum percepatan pengakhiran masa operasional PLTU akan  membuat program transisi energi tidak memiliki arah dan tata kelola yang buruk. 

Kedua, tidak adanya prosedur yang jelas, pasti, dan baku dalam proses penyusunan peta jalan percepatan pengakhiran operasional PLTU. 

Melihat studi banding dengan Jerman yang  sudah melakukan transisi energi dan tegas meninggalkan batubara di sektor ketenagalistrikan. Bahkan sampai memiliki Undang-Undang khusus di sektor ini. 

Ketiga, komitmen meninggalkan pembangkit berbasis batubara tidak tegas. 

Di Perpres 112/2022 mencampur aduk keinginan transisi energi dan pembangunan PLTU sepanjang pembangkit memiliki nilai keekonomian dan masuk dalam kriteria Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Baca Juga: Ini Langkah PLN Mengatasi Tantangan Pensiun Dini PLTU

“Ini kan ada kriteria yang tidak benar-benar serius,” tegasnya. 

Keempat, penentuan waktu yang tidak spesifik untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran operasional PLTU. 

Kelima, Pemda dan aktor kunci tidak dilibatkan dalam penyusunan peta jalan. 

Keenam, kriteria untuk mempercepat pengakhiran operasi PLTU tidak bebas dari konflik kepentingan.  

Situasi benturan kepentingan menjadi sangat nyata saat PLN harus mengakhiri pengoperasian PLTU yang dimilikinya sendiri atau PLTU swasta (Independent Power Producer/IPP). 

“Secara keseluruhan, jika ada regulasi yang jelas, pemerintah daerah (pemda) dan pelaku usaha akan confident untuk bertindak lebih jauh dalam melaksanakan pensiun dini PLTU,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×