kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,77   5,31   0.58%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemitraan industri dengan petani jadi solusi penyelamatan kakao dari kelangkaan


Jumat, 03 Desember 2021 / 14:04 WIB
Kemitraan industri dengan petani jadi solusi penyelamatan kakao dari kelangkaan
ILUSTRASI. Kemitraan industri dengan petani jadi solusi penyelamatan kakao dari kelangkaan


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pola kemitraan dinilai sebagai salah satu langkah strategis dalam upaya penyelamatan kakao Indonesia dari kelangkaan. Jalinan kemitraan antara industri maupun perdagangan pengolahan kakao dan coklat dengan para petani kakao seharusnya bersifat wajib, bukan lagi sekadar sukarela. 

Hal itu disampaikan Ketua Masyarakat Kakao Indonesia (MKI), Alosyius Danu, selaku salah satu narasumber dalam Talkshow dan konferensi Pers yang diselenggarakan secara virtual oleh Gamal Institute seperit dikutip, Jumat (3/11). 

Danu menjelaskan, pola kemitraan ini merupakan usulan pertama yang dilontarkan MKI karena menilai langkah tersebut diperlukan dalam mengatasi masalah kelangkaan biji kakao di Indonesia yang terjadi beberapa tahun terakhir ini. 

Kelangkaan biji kakao diketahui terjadi lantaran menurunnya produktivitas dan produksi kakao di Indonesia akibat sejumlah faktor, di antaranya tidak adanya peremajaan terhadap tanaman ataupun lahan kakao. Di sisi lain, belakangan cukup banyak industri besar pengolah kakao asing yang telah berinvestasi di Indonesia. 

Baca Juga: Sasar pertanian dan perdagangan, Koltiva dan Artajasa rilis dompet digital Koltipay

Dengan adanya persoalan kelangkaan biji kakao tersebut, tentunya banyak industri yang kekurangan bahan baku. Sebagian besar industri pun akhirnya memilih jalan impor bahan baku.

Untuk mewajibkan kemitraan industri kakao dengan para petani melalui koperasi sebagai wadah bagi para petani kakao, pihaknya juga mengusulkan adanya peraturan bersama menteri (PBM), dalam hal ini menteri perdagangan dan perindustrian bersama menteri pertanian. Hal itu khususnya bagi industri pengimpor biji kakao.

"Sebab kalau kemitraan ini tidak diwajibkan, maka pengusaha akan cenderung untuk berpikir efisien dalam mengatasi masalah langkanya bahan baku biji kakao ini, sehingga akhirnya mereka akan lebih memilih impor sebagai solusi paling mudah. Tentunya ini justru akan menyakiti hati banyak petani kakao Indonesia," ungkap Danu. 

Pihaknya berharap langkah penyelamatan kakao Indonesia ini dapat dilakukan mulai dari hulu hingga hilir secara terpadu dan bukan sporadis atau terpecah-pecah. Usulan MKI lainnya, lanjut Danu, yakni agar pemerintah juga dapat memfokuskan program kementerian terkait kepada pengembangan industri kreatif coklat (artisan), serta mendorong diterapkannya Indonesian Sustainable Cocoa (ISCO) demi keberlanjutan kakao indonesia. 

Baca Juga: Dorong UKM Jatim masuk pasar global, LPEI inisiasi Desa Visa Tenun Gresik

Sementara itu, Gamal Nasir yang juga merupakan pemerhati perkebunan menilai, penurunan produktivitas dan produksi biji kakao harus menjadi perhatian serius. 

Saat ini bahkan impor biji kakao ke Indonesia terbilang tinggi. Padahal menurut catatan, sebelumnya Indonesia pernah menduduki posisi nomor 3 di dunia sebagai penghasil biji kakao tetapi sekarang turun jadi nomor 6.  Ia juga menekankan perlu adanya regulasi yg mewajibkan kemitraan utk perusahaan seperti halnya sawit.   




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×