Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Perindustrian bakal secepatnya mengeluarkan kebijakan disinsentif berupa bea keluar (BK) yang tinggi bagi ekspor sumber daya alam tidak terbarukan. Penerapan kebijakan itu ditargetkan bisa menarik investasi pada industri hilir minimal US$ 10,8 miliar.
Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, penetapan bea keluar dilakukan sesuai dengan UU Minerba di mana ekspor barang mentah mineral akan dihentikan mulai tahun 2014. BK merupakan transisi sebelum pelarangan ekspor dilakukan sepenuhnya. "Mulai tahun ini diberlakukan bea keluar meskipun nanti berjenjang," kata Hidayat dalam jumpa pers, Rabu (7/9).
Hidayat mengatakan penerapan BK akan menghambat ekspor tambang mineral secara besar-besaran. Dengan begitu cadangan sumber daya alam yang tersedia tidak akan habis dalam waktu singkat.
Sumber daya alam tidak terbarukan yang akan dikenai BK adalah bauksit, tembaga, nikel, bijih besi dan pasir besi.
Hidayat menargetkan kebijakan BK pada ekspor bauksit dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan bauksit menjadi alumina di dalam negeri dengan kapasitas 7 juta ton per tahun. Investasi yang dilakukan diperkirakan mencapai US$ 8,4 miliar. "Kebutuhan alumina untuk PT Inalum sebesar 500.000 ton per tahun juga bisa dipenuhi dari dalam negeri," imbuh Hidayat.
Jika BK diterapkan maka diharapkan bisa mendorong tumbuhnya industri pengolahan copper concentrate menjadi copper cathode di dalam negeri dengan kapasitas 425.000 ton per tahun dengan investasi US$ 1,4 miliar. “Daya saing industri hilir tembaga seperti industri kabel, PCB dan komponen elektronik juga akan meningkat,” ujarnya.
Sementara itu, produksi bijih nikel per tahun mencapai 3,27 juta ton dan seluruhnya diekspor. Indonesia memang belum memiliki industri hilir yang mengolah ferro nickel menjadi stainless steel. BK diharapkan mampu menumbuhkan industri hilir yang belum ada itu.
Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto ikut menambahkan, aturan mengenai penerapan bea keluar itu akan secepatnya diselesaikan. Kira-kira, November 2011 menjadi batas akhir penyelesaian aturan tentang bea keluar tersebut.
Namun, aturan itu yang masih dibahas pada tingkat Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, dan Badan Koordinasi Pengawasan Modal (BKPM) itu belum merumuskan tentang batas bawah bea keluar.
Alurnya, lanjut Panggah, pemerintah akan menerapkan bea keluar, pembatasan volume impor, hingga pelarangan penuh hingga 2014.
Corporate Secretary PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Bimo Budi Satriyo, mengatakan, mereka mendukung program pemerintah untuk menghentikan ekspor barang tambang mineral secara bertahap hingga tahun 2014. Untuk itu Antam sudah menyiapkan diri sejak jauh-jauh hari dengan membangun industri pengolahan di dalam negeri. "Saat ini memang masih ada ekspor bijih nikel, tetapi ke depan harapannya bisa diolah sendiri," kata Bimo.
Langkah antisipasi yang dilakukan di antaranya melalui proyek Chemical Grade Alumina Tayan senilai US$ 450 juta. Proyek itu sudah memasuki tahap konstruksi sejak bulan April 2011. Proyek lainnya adalah Feronikel Halmahera yang senilai US$ 1,65 miliar. Proyek-proyek itu ditargetkan selesai sebelum tahun 2014 saat pelarangan ekspor tambang mineral mentah diberlakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News