kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Inflasi Diprediksi Gerus Permintaan Rumah Subsidi


Rabu, 31 Agustus 2022 / 20:38 WIB
Kenaikan Inflasi Diprediksi Gerus Permintaan Rumah Subsidi
ILUSTRASI. Pekerja membuat sumur air tanah di salah satu rumah KPR bersubsidi PUPR-BTN di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (16/2/2022). Kenaikan Inflasi Diprediksi Gerus Permintaan Rumah Subsidi.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sektor properti terdampak tekanan inflasi yang membumbung. Minat beli rumah subsidi diramal bakal berkurang seiring daya beli masyarakat yang turun.

Wakil ketua Umum Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) Hari Ganie mengatakan, dampak inflasi bagi sektor properti utamanya memberatkan kepemilikan rumah subsidi. Dengan naiknya suku bunga acuan, bakal berdampak pada cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sehingga menaikkan harga jual perumahan.

Kondisi ini, lanjut Hari, akan berimbas pada minat beli masyarakat terhadap rumah bersubsidi. 

"Saya melihat fenomena ini bakal membuat penundaan pembelian rumah bersubsidi. Atau transaksi rumah subsidi secara keseluruhan akan menurun," ungkap Hari saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (31/8).

Baca Juga: Aktivitas Pabrik China Kembali Melambat Pada Agustus 2022

Selain itu, kalau melihat margin (selisih) antara rumah subsidi dan rumah komersial, persentase margin rumah subsidi lebih kecil khususnya di wilayah Jabodetabek.

"Dengan adanya inflasi maka margin akan lebih terpotong lagi. Itu saja dampak yang paling penting. Bunga subsidi jadi sangat terasa," tambahnya.

Karena itu, Hari menilai, masyarakat terkhusus menengah ke bawah akan diberatkan dengan cicilan KPR yang naik. Pemerintah sebagai penyedia rumah bersubsidi pun dibuat bimbang karena tidak mungkin menaikkan harga jual yang berpotensi semakin memicu inflasi.

Menurutnya, pemerintah tidak akan menaikkan harga jual perumahan bersubsidi dalam waktu dekat ini. Hal ini karena pengendalian lainnya seperti kenaikan suku bunga telah dilakukan.

Sama halnya seperti pengembang properti swasta untuk rumah komersial. Pengembang swasta sepertinya masih akan menahan harga jual properti. 

Baca Juga: Intip Kesiapan Adhi Karya (ADHI) Usai Dapat Dua Proyek di IKN

Hal itu karena pengembang menilai penjualan rumah hunian selama semester pertama tahun ini berada dalam tren positif. "Kalau misalkan dinaikkan maka akan kontraproduktif. Jadi sepertinya pengembang properti lebih memilih menahan kenaikan harga dulu," jelas Hari.

Hari bilang, untuk mensiasati kondisi ini biasanya pengembang properti swasta akan menjual kembali unit rumah yang belum laku terjual ketimbang menaikkan harga jual. Dengan demikian, pengembang tetap bisa menjual stok rumah tanpa adanya kenaikan harga jual.

Selain itu, sektor swasta sebenarnya tidak terlalu dibebankan dengan adanya inflasi yang memicu kenaikan harga jual properti.

Pengembang properti swasta skala besar pastinya telah memiliki land bank (cadangan lahan) yang cukup dan pula telah terjalin kontrak jangka panjang dengan kontraktor untuk mengakali harga material bangunan yang naik akibat inflasi.

Baca Juga: Naik 47,16%, Wika Beton (WTON) Cetak Pendapatan Rp 1,85 triliun di Semester I 2022

Di samping itu, investasi properti justru lebih tinggi saat inflasi. Kepemilikan rumah komersial saat ini sebenarnya lebih banyak dari investor dan bukan end user yang keperluannya untuk tempat tinggal. Berdasarkan data REI, di wilayah Jabodetabek perbandingan kepemilikan rumah antara investor dan end user, berkisar 80:20.

"Kalau investor sekarang dalam kondisi ini menilai uang tidak ada harganya. Maka lebih baik apabila bermain properti," tandas Hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×