kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,85   -7,45   -0.82%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Tarif PPN Jadi 11% Akan Membuat Harga Pulsa Naik


Jumat, 11 Maret 2022 / 18:16 WIB
Kenaikan Tarif PPN Jadi 11% Akan Membuat Harga Pulsa Naik
ILUSTRASI. Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan membuat harga pulsa ikut naik.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sepertinya tetap akan sesuai jadwal yakni pada 1 April 2022. Sejumlah operator telekomunikasi malah sudah mengumumkan rencana kenaikan tarif PPN ini para pelanggannya.

Seperti yang diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN secara bertahap untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara dan menciptakan kesetaraan dalam pembayaran pajak.

Sebagai informasi, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 ayat 1 disebutkan tarif PPN akan dinaikkan dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022. Selanjutnya, tarif PPN akan naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

Operator  telekomunikasi, PT XL Axiata Tbk (EXCL) termasuk yang sudah menginformasikan kenaikan tarif PPN ini ke para pelanggan dan mitra bisnisnya.

“Mengikuti aturan dan ketentuan pemerintah untuk melakukan penyesuaian pemberlakuan besaran PPN dari saat ini sebesar 10% menjadi sebesar 11% berlaku mulai 1 April 2022. XL Axiata telah menginformasikan kepada seluaruh pelanggan dan mitra bisnis,” ujar Group Head Corporate Communications EXCL Tri Wahyuningsih kepada Kontan.co.id, Jumat (11/3).

Baca Juga: Tarif PPN 11% Berlaku April, Ini Efeknya ke Inflasi Menurut Ekonom

Ayu menambahkan, terhitung efektif mulai tanggal 1 April 2022 tersebut, seluruh aktifitas transaksi bisnis yang dilakukan XL Axiata akan memberlakukan nilai PPN sebesar 11% sesuai dengan ketentuan dan aturan yang baru tersebut. Hanya saja, Ayu tidak membeberkan terkait bagaimana skema penyesuaian tarif tersebut.

Sebagai gambaran, PPN yang diterapkan operator telekomunikasi adalah untuk penjualan pulsa ke distributor.

Ambil contoh, perusahaan telekomunikasi menjual pulsa Rp 100.000 kepada distributor utama dengan diskon Rp 15.000, maka harga jual di tingkat distributor utama adalah Rp 85.000. Kemudian perusahaan telkomunikasi tersebut memungut PPN 10% atau sebesar Rp 8.500. Jadi, selanjutnya distributor utama membayar kepada perusahaan telekomunikasi sebesar 93.500, yakni merupakan harga pulsa Rp 85.000 + PPN Rp 8.500.

Nah, artinya harga jual perusahaan telekomunikasi tersebut adalah Rp 93.500 dan mereka setor PPN ke negara Rp 8.500. Selanjutnya, masih harus melalui penyesuaian tarif pada tingkat distributor selanjutnya hingga sampai pada tingkat pengecer.

Artinya, konsumen atau pembeli pulsa akan membeli dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga biasanya.

Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan, kenaikan PPN pada layanan telekomunikasi pasti akan memberatkan konsumen. “Kenaikan PPN lebih memberatkan konsumen, meski juga berkolerasi ke pelaku usaha atau operator,” tutur dia kepada Kontan.co.id, Jumat (11/3).

Sularsi bilang, hal tersebut karena keluhan terkait kualitas jaringan yang buruk masih sering diadukan. Menurutnya, jaringan operator telekomunikasi masih belum bisa mengimbangi aktivitas kebiasaan baru saat ini, seperti Work From Home (WFH).

Walhasil, karena tidak siapnya jaringan telekomunikasi terhadap perubahan perilaku masyakat dimana aktivitas internet meningkat selama pandemi, maka sering terjadi jaringan lemot bahkan off. Terlebih lagi, untuk pemerataan layanan juga belum merata karena infrastruktur masih terbatas.

Merujuk rekap data YLKI sepanjang tahun 2021, Sularsi menjelaskan, permasalahan telekomunikasi berada pada urutan 4 dari 10 besar pengaduan konsumen di tahun lalu dengan persentase 11,4%.

Adapun permasalahan lainnya adalah terkait pinjaman online 22,4%, belanja online 16,6%, bank 15,9%, telekomunikasi 11,4%, leasing 6%, perumahan 4,9%, uang elektronik 3,2%, paket 3,2%, listrik 1,7%, asuransi 1,5%.

Terkhusus pada masalah telekomunikasi & multimedia, masalah jaringan internet merupakan masalah nomer wahid dengan persentase 39%.

Adapun permasalahan pada sektor telekomunikasi & multimedia tersebut adalah jaringan internet 39%, administrasi 16%, pemotongan pulsa 15%, infrastruktur 10%, informasi 8%, paket internet hangus 5%, pelayanan 3%, harga tidak sesuai 2%, tagihan tidak sesuai 2%.

Oleh karena itu, Sularsih menilai, saat ini belum waktu yang tepat untuk menaikkan tarif PPN. Menurutnya, saat ini semua orang masih berbenah memulai baru terdampak 2 tahun yang berat akibat pandemi.

Ia menyadari, kenaikan tarif PPN ini memang pilihan yang dilematis. Sebab, pemerintah ataupun konsumen juga mengalami situasi yang sulit.

“Di satu sisi, pemerintah juga perlu dana yang besar berupa pemasukan dari pajak, karena APBN telah tersedot untuk biaya penanganan Covid-19 selama 2 tahun,” imbuh Sularsi.

Baca Juga: Bersiap, Tarif PPN 11% Tetap Berlaku Mulai 1 April 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×