Sumber: Antara | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kepemilikan properti oleh pihak asing tanpa batasan harga merupakan kebijakan yang berbahaya karena dinilai berpotensi mengakibatkan melonjaknya harga tanah sehingga dapat mengurangi upaya pemerintah dalam mengatasi backlog (kekurangan perumahan).
"Dampaknya (kepemilikan properti asing tanpa batasan harga) akan sangat luas merugikan penyediaan rumah bagi masyarakat menengah bawah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, dampak dari kebijakan seperti itu bila disahkan akan membuat harga-harga tanah disekitar lokasi KEK naik tidak terkendali karena sampai saat ini pemerintah belum mempunyai instrumen pengendali harga tanah seperti bank tanah.
Dengan demikian, lanjutnya, tidak ada jaminan harga tanah akan dapat dilokalisir untuk tidak naik. "Dengan naiknya harga tanah maka lupakan pembangunan untuk rumah murah karena dipastikan harga rumah semakin tidak terjangkau," katanya.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa dengan tingginya harga di Kawasan Ekonomi Khusus untuk properti asing juga dinilai bakal membuat zona tersebut menjadi eksklusif dan berpotensi membahayakan tatanan sosial masyarakat.
Hal itu, ujar dia, karena masyarakat pekerja dapat tersingkir dari wilayah tersebut dan mempunyai hunian lebih pinggir lagi.
"Sebenarnya dengan kondisi saat ini saja, WNA sudah happy membeli properti melalui hak pakai meskipun harus diperpanjang. Tanpa adanya revisi perpanjangan hak pakai pun, WNA akan tetap membeli properti di Indonesia dengan hak pakai, jika memang dibutuhkan untuk para ekspatriatnya," katanya.
Ia juga berpendapat bahwa dengan perekonomian yang tinggi maka arus investasi asing akan masuk dan sejalan dengan permintaan hunian bagi para ekspatriat.
Jadi meskipun tidak ada perpanjangan hak pakai, lanjutnya, jika memang menjadi kebutuhan mereka akan membeli dengan hak pakai. "Jadi adalah salah kaprah bila ada pihak yang menilai dengan dibukanya kran kepemilikan asing maka ekonomi akan meningkat," jelasnya.
Sebagaimana diwartakan, salah satu isu yang kerap dibicarakan oleh para pelaku usaha sektor properti adalah terkait dengan isu kepemilikan properti yang akan dilonggarkan untuk asing oleh Pemerintah.
Meski isu tersebut telah gencar, Ketua Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy mengatakan bahwa kebijakan baru terkait dengan kepemilikan properti untuk asing di wilayah Republik Indonesia masih sebatas wacana dan masih dalam tahap penggodokan oleh Kabinet Kerja.
"Memang ada wacana pemerintah untuk merevisi aturan yang lama (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia)," kata Eddy Hussy dalam paparan properti Jones Lang LaSalle di Jakarta, Rabu (8/7).
Menurut Eddy, ketentuan yang baru masih digodok sehingga masih belum diketahui seperti apa ambang batas harga properti untuk asing dan sebagainya.
Untuk itu, pihaknya menginginkan berbagai pihak untuk bersabar sebentar menunggu hasil penggodokan tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan aturan mengenai kepemilikan asing dalam sektor properti sedang dalam proses finalisasi dan segera efektif berlaku paling lama tiga bulan mendatang.
"Mudah-mudahan minggu depan sudah bisa kita lakukan rapat koordinasi dan nanti kita umumkan syaratnya, pajaknya, ukurannya dan lain-lain," katanya di Jakarta, Kamis (23/7).
Sofyan memastikan aturan ini memberikan kesempatan bagi warga negara asing untuk mendapatkan tempat tinggal di Indonesia, khususnya jenis apartemen. Namun, aturan ini bukan untuk kepemilikan rumah yang berdiri langsung diatas tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News