kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Keputusan sengkarut PT First Media Tbk dan Internux di tangan Rudiantara


Rabu, 21 November 2018 / 21:50 WIB
Keputusan sengkarut PT First Media Tbk dan Internux di tangan Rudiantara
ILUSTRASI. Perangkat Mobile Wifi (modem) Bolt Movimax Orion 4G LTE


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persoalan mudah menjadi sulit. Itu yang terjadi terkait PT First Media Tbk dan Internux diketahui menunggak Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi 2,3 GHz sejak tahun 20162017. Tagihan masing-masing, PT First Media Tbk sebesar Rp 364,84 miliar dan Internux senilai Rp 343,57 miliar.

Padahal aturan terhadap pihak yang menunggak sudah terang benderang. UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pasal 31 ayat 4 menyebutkan, sanksi administratif denda PNBP terutang paling lama 24 bulan atau 2 tahun. Lalu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 9 tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Pasal 21 ayat 1 huruf f menyebutkan, Pencabutan Izin Pita Frekuensi Radio IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b karena tidak melunasi pembayaran BHP Frekuensi Radio IPFR selama 24 bulan.

Pencabutan IPFR setelah diberikan surat peringatan sebanyak tiga kali. Menurut sumber Kontan.co.id di Kominfo, sebenarnya Bolt sudah beberapa kali diundang oleh Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk membahas mengenai tunggakkan dan penangganan pelanggan. Surat peringatan telah dilayangkan sebanyak tiga kali ke Bolt. Namun surat tersebut tak dihiraukan oleh manajemen Internux dan PT First Media Tbk. Baru ketika deadline pencabutan itu terlewati, pihak Bolt maupun PT First Media Tbk buru-buru mengajukan proposal penundaan pembayaran dengan sekma dicicil. 

Secara terpisah Menkominfo Rudiantara pada Senin (19/11)  manyatakan, dua perusahaan yang barnaung di Grup Lippo ini telah melayangkan surat kesanggupan untuk membayar tagihan penggunaan frekuensi. Namun, metode pembayarannya saat itu masih dalam pembahasan (Harian KONTAN, 21 November 2018)

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengatakan, terkait sikap yang berubah-ubah ini Ombudsman akan mendalami prosedur pencabutan izin penyelenggaraan frekuensi yang ada. Tujuannya adalah untuk melihat apakah ada potensi mal administrasi Menkominfo terhadap tunggakkan BHP frekuensi Bolt. Paling tidak ada dua indikasi maladministrasi, yakni unsur perbuatan dan unsur kerugian.

Pertama dari sisi unsur perbuatan, regulator dapat masuk kategori menggunakan kewenangan untuk tujuan lain yang tak diatur undang-undang, atau berupa pengabaian kewajiban hukum. Kedua, dari sisi unsur kerugian, operator mengalami perlakuan yang diskriminatif akibat perbedaan cost of money. Mereka yang patuh dan tepat waktu dalam membayar akan dirugikan dibanding yg mengulur-ulur dan tak patuh.  "Jelas ini ada diskriminasi antara operator yang patuh dan yang tidak patuh. Makanya kami dari Ombudsman akan melihat ada potensi mal administrasi yang dilakukan oleh Menkominfo. Ombudsman akan melihat secara rinci aturan pelaksana tentang pencabutan izin dari yang ada di Kominfo," terang Alamsyah, kepada Kontan.co.id, Rabu (21/11).

Sementara sumber KONTAN tadi sudah menyebutkan,BRTI sudah menyerahkan rekomendasi pencabutan izin IPFR kedua perusahaan Lippo itu ke Rudiantara. Dengan kata lain, bola kini berada di tangan Pak Menteri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×