Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina |
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan seluruh bank untuk memasang alat monitoring di setiap unit priority banking bakal berdampak positif pada permintaan kamera pengintai (CCTV)
Yenni Suhartanto, Manajer Pemasaran PT Datascrip, mengatakan kebijakan BI itu diperkirakan dapat mengerek permintaan CCTV nasional hingga 20%. Sebab, aturan itu membuat pemasangan CCTV tidak lagi bersifat opsional tapi sudah mengikat.
Selama ini, penggunaan CCTV baik di bank maupun sektor lainnya memang masih opsional. Perusahaan yang memasang CCTV hanya perusahaan yang memiliki anggaran lebih dan memang menaruh perhatian pada keamanan di tempat kerja. Dengan aturan ini, mau tidak mau semua Bank harus memasang CCTV, meski biaya yang dikeluarkan terbilang tinggi. "Efeknya, permintaan CCTV kemungkinan besar akan meningkat," tutur Yenni kepada KONTAN, Jumat (3/5).
Potensi peningkatan permintaan ini tentu bakal disambar oleh perusahaannya. Tahun ini Datascrip sendiri memang kian gencar menggarap penjualan CCTV dan lini alat keamanan bisnis pada umumnya. Datascrip telah mematok kenaikan penjualan CCTV sebesar 25% dibandingkan tahun 2010 lalu.
Untuk mencapai target itu, Datascrip bakal memperbanyak pasokan CCTV. Selama ini, Datascrip belum memproduksi CCTV sendiri melainkan impor dari negara lain seperti Korea Selatan dan China. Nah, untuk memenuhi permintaan, Datascrip bakal kian gencar mengimpor CCTV dari dua negara itu.
Datascrip juga bakal kian gencar melakukan penetrasi pasar ke beberapa industri. Yenni bilang, industri perbankan memang masih menjadi pasar utama yaitu menyumbang 30% penjualan CCTV Datascrip. Karena itu, sektor ini bakal terus digarap lebih serius, terlebih adanya kewajiban dari BI untuk memasang CCTV. Sektor-sektor lain seperti pemerintahan dan ritel juga akan digarap lebih serius guna melebarkan pangsa pasar CCTV Datascrip. "Kami memang ingin menggarap pasar yang lebih lebar," seru Yenni. CCTV sendiri berkontribusi sebanyak 30% terhadap total penjualan lini alat-alat keamanan bisnis Datascrip.
Ari Viryananda, Kepala Tim Sistem Integrasi CCTV PT Galva Technovision, mempunyai pandangan lain. Dalam pandangannya, kebijakan BI itu belum tentu bakal mengerek permintaan CCTV perusahaannya. Sebab, kebijakan itu tidak disertai dengan persyaratan kualitas sistem alat pengawasan keamanan yang harus dipasang perbankan. "Besar kemungkinan, bank hanya memasang CCTV yang berkualitas rendah," jelas Ari.
Prediksinya itu didasarkan pada kenyataan yang dihadapi perusahaannya. Ari bilang, banyak calon konsumen dari perbankan yang tidak jadi membeli CCTV dari Galva karena tidak sesuai dengan anggaran yang dimilikinya. Selama ini Galva mendistribusikan CCTV merek Sony yang memiliki banderol cukup tinggi, Rp 10-Rp 15 juta per unit. Oleh karena itu, "kami tidak terlalu yakin permintaan bakal meningkat meski ada kewajiban dari BI," kata Ari.
Informasi saja, Galva sendiri menargetkan penjualan CCTV tahun ini bisa naik 30% dibandingkan tahun lalu. Sejauh ini, konsumen CCTV Galva kebanyakan berasal dari PT Angkasa Pura sebagai pengelola bandara di Indonesia, sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan retail.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News