Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Kimia Farma Tbk berencana membangun beberapa klinik kesehatan di kota Mekkah dan Jeddah, Arab Saudi. Pembangunan klinik di kota suci umat Islam tersebut karena banyaknya jemaah haji dan umrah dari Indonesia yang melakukan ibadah ke sana.
Rusdi Rosman, Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk, bilang,, rencana pembangunan klinik karena investasinya lebih murah ketimbang membangun rumahsakit atau mengakuisisi rumahsakit di Arab Saudi. Kalau rumahsakit harganya terlalu mahal, sebut Rusdi kepada KONTAN Rabu, (29/3).
Untuk melancarkan rencana ekspansi berupa klinik di Arab Saudi tersebut, manajemen produsen farmasi pelat merah ini, menunggu perintah dari pemilik saham, dalam hal ini pemerintah. Kami menunggu follow up Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ujar Rusdi.
Meski belum menyebutkan besaran dana untuk membangun klinik tersebut, saat ini manajemen emiten berkode KAEF di Bursa Efek Indonesia tersebut masih fokus mencari lahan. Adapun lokasi lahan yang mereka incar berada di kota Mekkah dan kota Jeddah.
Terkait jumlah klinik yang bakal dibangun, Rusdi belum bisa memastikan. Ia hanya bilang, dana untuk ekspansi akan dialokasikan dari dana capital expenditure (capex) tahun 2017 yang dialokasikan senilai Rp 1,6 triliun.
Asal tahu saja, ekspansi di Arab Saudi bukan hal baru bagi Kimia Farma. Saat ini KAEF telah memiliki 30 apotek yang tersebar di kota Mekkah dan Jeddah. Maka itu, pembangunan klinik akan memperkuat lini bisnis apotek perusahaan ini di sana. Asal tahu saja, saat ini KAEF memiliki 900 unit apotek.
Dari sisi bisnis, pendapatan KAEF tahun 2016 lalu tumbuh 20% menjadi Rp 5,8 triliun. Rusdi bilang, pertumbuhan pendapatan tersebut didorong beberapa lini usaha termasuk dari pengadaan obat untuk kebutuhan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal tersebut terlihat dari penjualan obat generik KAEF yang berhasil tumbuh 20% menjadi Rp 941 miliar di 2016. Tak hanya itu, penjualan obat resep KAEF juga tumbuh lebih besar 67% menjadi Rp 964 miliar, dari Rp 575 miliar di tahun sebelumnya.
Namun, tak semua bisnis KAEF berjalan mulus, termasuk ekspor. Khusus yodium dan derivat, KAEF mencatatkan penurunan ekspor drastis yakni 76%, dari Rp 19 miliar menjadi Rp 4,5 miliar di tahun 2016. Penjualan yodium turun, karena kami menahan ekspor lantaran harga yodium sempat turun, sebut Rusdi.
Secara keseluruhan, ekspor KAEF tahun 2016 lalu turun 1,5% menjadi Rp 193 miliar. Sementara porsi penjualan terbesar masih dipegang domestik, dengan nilai Rp 5,6 triliun. Sepanjang 2016, penjualan domestik tumbuh 21% dibanding tahun sebelumnya.
Tahun ini, KAEF menargetkan penjualan sekitar Rp 6,7 triliun. Dari target tersebut, sekitar 25% berasal dari penjualan obat. Adapun capex untuk keperluan ekspansi nanti, juga digunakan untuk pembangunan pabrik baru KAEF, yang ditargetkan rampung tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News