Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Setelah membatasi kapal pengangkut ikan berbendera asing untuk ikan budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan kapal feeder. Namun hingga saat ini pengadaannya masih tersendat.
Seperti diketahui, KKP mengatur kapal pengangkut ikan berbendera asing hanya boleh bersandar di satu pelabuhan muat singgah dan tidak boleh masuk ke lokasi pembudidayaan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup. Tujuannya untuk mencegah pencurian ikan.
Nah, untuk mengangkut ikan dari lokasi pembudidayaan ke pelabuhan muat singgah, KKP menyiapkan kapal feeder. "Kami upayakan ada 12 kapal feeder, sama dengan jumlah kapal pengangkut ikan berbendera asing yang kami larang," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto di kantornya, Senin (18/7).
Namun perusahaan pelat merah yang ditunjuk oleh KKP untuk pengadaan kapal feeder, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) baru mampu menyediakan dua kapal feeder. Makanya, KKP berharap sepuluh kapal lainnya disediakan oleh swasta.
Saat ini, KKP masih meninjau ukuran kapal feeder. Slamet bilang, pembudidaya menginginkan kapal feeder berbobot 400 gross ton (GT), padahal bobot kapal selama ini hanya 300 GT. Slamet melanjutkan, Perindo sedang menjajaki kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan pembeli dari Cina untuk pengadaan kapal feeder.
Meski pengadaan kapal feeder tersendat, Slamet mengklaim ekspor perikanan budidaya terus berjalan. Dia mengakui, pada saat Permen-KP Nomor 15 Tahun 2016 berlaku, sebanyak 1.000 ton ikan budidaya tidak terangkut karena tidak ada kapal feeder. "Sekarang sudah mulai terangkut meski belum seluruhnya," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja bilang, masih banyak ikan budidaya yang belum terangkut. Dia menghitung, sejak Permen-KP Nomor 15 Tahun 2016 berlaku, total 2.700 ton ikan budidaya yang ekspornya terhambat dengan potensi nilai ekspor US$ 40,5 juta. Akibatnya, banyak pembudidaya mulai gulung tikar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News