kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini langkah Kominfo usai blokir Telegram


Senin, 17 Juli 2017 / 18:33 WIB
Ini langkah Kominfo usai blokir Telegram


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dessy Rosalina

JAKARTA. Menyusul pemblokiran situs percakapan online Telegram, Kementrian komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencoba menindaklanjuti permintaan dari pendiri Telegram dengan memberi jawaban untuk meminta pihak Telegram menyiapkan tim teknis dan administrasi guna mendukung proses komunikasi dan koordinasi secara lebih intens.

"Saya sudah menerima email mengenai permintaan maaf dari Pavel Durov, CEO Telegram. Rupanya dia tidak menyadari adanya beberapa kali permintaan dari Kementerian Kominfo sejak 2016. Durov telah menindaklanjuti yang diminta oleh Kementerian Kominfo dan mengusulkan komunikasi khusus untuk proses penanganan konten negatif khususnya radikalisme/terorisme," kata Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam siaran media yang diterima KONTAN, Senin (17/7)

Selanjutnya, Kominfo telah mempersiakan langkah lebih lanjut berupa Standar Operational Procedure (SOP) sevara teknis. Pertama, Kemungkinan dibuatnya Government Channel agar komunikasi dengan Kementerian Kominfo lebih cepat dan efisien. Kedua, Kemkominfo akan meminta diberikan otoritas sebagai Trusted Flagger terhadap akun atau kanal dalam layanan Telegram. Ketiga, Kemkominfo akan meminta Telegram membuka perwakilan di Indonesia, Keempat untuk proses tata kelola penapisan konten, Kemkominfo terus melakukan perbaikan baik proses, pengorganisasian, teknis, maupun SDM.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan perintah pemblokiran terhadap Telegram, Jumat (14/7) yang lalu. Alasannya, Telegram dianggap memiliki muatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×