Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontrak Lease-Purchase of Floating Production Unit (FPU) antara Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dengan konsorsium PT Anugerah Mulia Raya menuai sorotan. Kontrak tertanggal 8 Mei 2017 yang bernilai US$ 286 juta dengan jaminan pelaksanaan senilai US$ 19,31 juta ini diduga mendatangkan potensi kerugian negara.
Hal itu dilaporkan oleh Direktur Eksekutif Central of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Menurutnya, potensi kerugian negara terjadi akibat jaminan penawaran PT Duta Merine senilai US$ 3,9 juta tidak dicairkan oleh HCML untuk negara.
Baca Juga: Gara-gara Upah, Omnibus Law Ditolak Pekerja
Lantas, proyek tersebut malah dilanjutkan dengan konsorsium PT Anugrah Mulia Raya bersama Sadakan Offshore (M) Sdn Bhd, Emas Offshore Construction & Production Pte Ltd dan PT Pelayaran Intilintas Tirthanusantara sejak 8 Mei 2017. Namun, penyerahan floating produksi unit tersebut belum juga dilakukan.
"Harusnya kalau PT Duta Marine mundur, bid bond-nya dicairkan oleh panitia lelang," kata Yusri.
Menurut Yusri, keterlambatan penyerahan Floating Produksi Unit juga merugikan lantaran membuat pasokan gas untuk kebutuhan industri di Jawa Timur menjadi terhambat.
Baca Juga: Demi Investor, Pemerintah Obral Insentif Tax Allowance
Yusri menyebut, kontrak antara Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dengan Konsorsium PT Anugrah Mulia Raya menggunakan skema cost recovery. Sehingga, biaya-biaya yang timbul sejak eksplorasi dan membangun fasilitas produksi diganti oleh negara.
Dalam hal ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bertanggungjawab mengawasi sejak perencanaan sampai dengan produksi. "Kemudian juga kita pertanyakan apa sebenarnya langkah-langkah yang telah dilakukan oleh SKK Migas dalam mengawasi proses pengadaan ini," kata Yusri.
Terkait hal ini, pihak SKK migas pun buka suara. Melalui Kepala Divisi Program dan Komunikasi Wisnu Prabawa Taher, SKK Migas mengklaim bahwa pengawasan berbagai proyek hulu migas terus dilaksanakan dengan ketat.
Baca Juga: Ekspor dilarang, Central Omega (DKFT) akan gunakan bijih nikel untuk smelter internal
Terkait keterlambatan proyek dengan kendala yang ada di Kontrak Kontrak Kerja Sama (KKKS), kata Wisnu, SKK Migas berupaya memberikan solusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sayangnya, Wisnu tidak secara detail menjelaskan solusi yang dimaksud dalam persoalan ini.
Wisnu malah menyebut, SKK Migas akan memperhatikan aspek keekonomian yang memberikan manfaat terbaik, khususnya bagi negara. Wisnu pun menjamin, dalam melaksanakan pengendalian kegiatan usaha hulu migas, pihaknya akan selalu tunduk dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
"SKK Migas juga berusaha agar sumber daya alam Migas selalu dimonetisasi dengan optimal," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (26/12).
Baca Juga: Meski asing jual bersih, IHSG dibuka menguat pada awal perdagangan Kamis (26/12)
Sementara itu, Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno masih enggan banyak komentar terkait hal ini. Julius hanya menyebut, pihaknya masih melakukan diskusi dengan HCML dan konsorsium PT Anugrah Mulia Raya terkait dengan keterlambatan FPU dan denda yang akan dikenakan.
"Masih on going discussion. Belum putus diskusinya terkait dengan waktu keterlambatan dan dendanya. Cari opsi yang etrbaik buat Negara dan juga on stream sesegera mungkin," kata Julias ke Kontan.co.id, Kamis (26/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News