Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Hendra Gunawan
Meski sudah berupa peraturan, pengembang properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) masih melanjutkan upaya mendesak Bank Indonesia (BI) untuk bisa melonggarkan aturan kredit kepemilikan properti (KPR) inden.
REI memperkirakan, aturan ini diprediksi bisa mematikan bisnis sektor properti secara perlahan-lahan. Pasalnya sampai saat ini, KPR masih merupakan salah satu sumber pendanaan utama bagi pengembang.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Setyo Maharso menghitung, ada sekitar 60% dari 3.000 anggota REI yang akan berhenti membangun rumah apabila aturan KPR inden tetap diberlakukan. Ini jelas jumlah yang tidak sedikit. "Tentu, kami tidak ingin ini terjadi, namun kalau pengembang berhenti membangun rumah, kami perkirakan sebanyak 180.000 orang akan kehilangan pekerjaan," ujar Setyo kemarin.
Makanya, REI masih terus melobi bank sentral supaya bisa menunda pelarangan KPR inden. Ia ingin pebisnis properti diberi waktu terlebih dahulu. Setidaknya, sampai dengan enam bulan ke depan sambil menunggu kesiapan bank maupun pengembang.
Selain itu, para pengembang properti juga akan mengajukan usulan lain untuk mengerem aksi spekulan kepada BI. Salah satunya misalnya, konsumen yang ingin menjual kembali rumah hanya dalam kurun waktu satu tahun akan dikenakan pajak yang lebih tinggi. Namun, REI belum menghitung besaran pajak yang diusulkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News